Pakaian Adat Yogyakarta: Jenis-Jenis, Makna dan Filosofi Pakaian Adat Yogyakarta



pakaian adat yogyakarta

Pakaian adat Yogyakarta adalah pakaian yang digunakan secara turun temurun oleh masyarakat Yogyakarta. Memakai bahan katun, bahan sutera, kain sunduri (brocade), nilon, lurik, atau bahan-bahan estetis. Teknik pembuatannya ada yang ditenun, dirajut, dibatik, dan dicelup.

Selayaknya pakaian adat, penggunaan pakaian adat Yogyakarta sudah dibakukan secara adat, kapan dikenakan, dimana dikenakan, dan siapa yang mengenakannya. Sehingga bagi yang memakainya menunjukkan sikap yang teratur dan terkendali  namun tetap menunjukkan kewibawaan dan keanggunannya.


Interaksi dan komunikasi dengan orang luar (terutama Belanda) membawa pengaruh pula terhadap perkembangan pakaian adat Yogyakarta. Hal ini dapat dilihat dari pemakaian topi, anggar (tempat keris), kaos kaki dalam busana kaprajuritan. Akseroris lainnya rante karset, jam saku, timang (kretep), rimong pada busana pesiar, bulu burung, kipas, bros, dan lain-lain.

A.   Jenis-Jenis Pakaian Adat Yogyakarta
1.     Pakaian Adat Laki-Laki Dewasa
Pakaian adat laki-laki dewasa mengenakan surjan untuk atasannya, sedangkan untuk bawahannya mengenakan kain batik (jurik). Diharuskan menggunakan penutup kepala berupa blankon, serta menggunakan alas kaki berupa sendal/selop.

2.     Pakaian Adat Wanita Dewasa
Wanita dewasa mengenakan kebaya untuk atasannya, sedangkan untuk bawahan mengenakan kain batik/jarik. Dengan rambut yang disanggul/konde sebagai ciri khasnya. 

3.     Pakaian Adat Anak Laki-Laki
Pakaian adat anak laki-laki disebut dengan nama kencongan. Kencongan terdiri dari kain batik yang dipadukan dengan baju surjan, lonthong tritik, ikat pinggang berupa kamus songketan dengan cathok terbuat dari suwasa (emas berkadar rendah).

Untuk pakaian sehari-hari terdiri dari baju surjan, kain batik dengan wiru di tengah, lonthong tritik, kamus songketan, timang, serta mengenakan dhestar sebagai penutup kepala.

4.     Pakaian Adat Anak Wanita
Pakaian adat anak wanita disebut dengan Sabukwala Padintenan. Sabukwala Padintenan terdiri dari jarik/kain batik bermotif parang, ceplok, atau gringsing. Baju katun, ikat pinggang kamus yang dihiasi dengan hiasan bermotif flora atau fauna.

Memakai lonthong tritik, serta cathok dari perak berbentuk kupu-kupu, burung garuda, atau merak. Ditambah dengan perhiasan dari subang, kalung emas dengan liontin berbentuk mata uang (dinar), gelang berbentuk ular (gligen) atau model sigar penjalin sebagai pelengkap. Bagi yang berambut panjang tatanan rambutnya dibuat model konde atau disanggul.

5.     Pakaian untuk Putri Raja
Pakaian sehari-hari putri yang sudah dewasa berupa semekanan. Semekanan adalah kain penutup dada panjang, yang lebarnya separuh dari lebar kain panjang biasa. Lalu ditambah dengan kain (nyamping) batik, baju kebaya katun, semekan tritik, serta perhiasan berupa subang, gelang, dan cincin. Tatanan rambutnya berbentuk sanggul tekuk polos tanpa hiasan.


Sedangkan pakaian sehari-hari putri yang sudah menikah berupa semekan tritik dengan tengahan, baju kebaya katun, kain batik, sanggul tekuk polos tanpa hiasan. Dilengkapi dengan penggunaan perhiasannya berupa subang, cincin, serta sapu tangan merah.

6.     Pakaian untuk Upacara Ageng
Pakaian untuk upacara ageng disebut dengan pakaian keprabon. Pakaian ini terdiri dari kuluk biru dengan hiasan mundri (nyamat), kampuh konca setunggal, dana cindhe gubeg, moga renda berwarna kuning, pethat jeruk sak ajar, rante, karset, kamus, timang (kretep), dan keris branggah.

7.     Pakaian untuk Abdi Dalem
Abdi dalem (pegawai atau karyawan keraton) memiliki dua jenis pakaian, pakaian sehari-hari yang disebut sikep alit. Serta pakaian waktu malam untuk menghadiri suatu pertemuan dan jamuan makan malam dalam satu pesta khusus disebut langeran.

Pakaian Sikep alit berupa kain batik sawitan, baju hitam dari bahan laken (dengan kancing dari tembaga atau kuningan yang disepuh emas, berjumlah 7 hingga 9 buah), penutup kepala destar, keris model gayaman (diletakan di peinggang sebelah kanan belakang), selop hitam, topi pet hitam dengan pasmen emas.

Pakaian langeran berupa kain batik, baju bukakan yang yang dibuat dari bahan laken warna hitam, kemeja putih dengan kerah model berdiri, destar sama dengan model pakaian sikepan alit. Keris model ladrangan atau gayman, dipakai di pinggang sebelah belakang kanan, dasi berwarna putih model kupu-kupu, serta selop berwarna hitam.

8.     Pakaian Untuk Pejabat Keraton
Pakaian adat pejabat keraton ketika bertugas disebut dengan pakaian ageng. Pakaian ageng berupa seperangkat pakaian adat yang berupa model jas laken berwarna biru tua dengan kerah model berdiri.

Serta dengan rangkapan sutera berwarna biru tua, yang panjangnya mencapai bokong, lengkap dengan ornamen kancing-kancing bersepuh emas. Celananya berwarna hitam, topi yang dikenakan terbuat dari bahan laken berwarna biru tua, dengan model bulat-panjang, dengan tinggi 8 cm.

Pakaian ageng ini memiliki ornamen yang berbeda, berdasarkan jabatan atau fungsi di Keraton, diantaranya sebagai berikut ini :
a.     Pakaian Bupati Bertitel Pangeran
Diberi plisir renda emas lugas lebar 1 cm, dipasang secara teratur di tepi kerah. Pada semua bagian tepi jas diberi hiasan renda dengan bordiran motif bunga padi.

b.     Pakaian Bupati Bertitel Adipati “Song-Song Jene” (Payung Kuning)
Mirip pakaian bupati bertitel pangeran, hanya terdapat sedikit hiasan bordiran pada bagian bawah kerah tidak melingkar secara penuh, tetapi ada jarak sekitar 8 cm.

c.      Pakaian Bupati Bertitel Adipati
Mirip pakaian adipati “song-song jene”. Perbedaannya terletak pada hiasan bordiran pada bagian bawah kerah.

d.     Pakaian Bupati Bertitel Temanggung
Seperti pakaian adipati, dengan perbedaan pada bordiran sebelah bawah, yang panjangnya hanya 2/3 dari ukuran lingkaran jas.

e.      Pakaian Patih
Seperti pakaian tumanggung, tetapi bordiran di bagian depan panjangnya sampai 3 ½ cm sampai bagian bawah kancing.

f.       Pakaian Kepala Distrik (Wedana)
Mmirip pakaian patih, tetapi dengan bordiran bagian depan dan bagian belakang dan ujung lengan hanya 2 cm lebarnya dari plisir.

g.     Pakaian Kepala Onder Distrik (Asisten Wedana)
Mirip pakaian patih, tetapi bordiran bagian depan dan bagian belakang dan ujung lengan hanya 2 cm lebarnya dari plisir.

h.     Pakaian Mantri Polisi
Seperti pakaian kepala onder distrik, tetapi tana plisir di bagian depan dan tanpa bordiran bunga padi pada bagian kerahnya.

Pakaian adat Yogyakarta dengan perlengkapannya tidak hanya sekedar menunjukkan status kebangsawanan, kemegahan dan kemewahan tetapi juga mengandung makna simbolis. Makna tersebut antara lain :
1.     Sangsangan sungsun (kalung bersusun) merupakan perlambang tiga tingkatan kehidupan manusia dari lahir, menikah dan mati yang dihubungkan dengan konsepsi Jawa tentang alam baka, alam antara dan alam fana.
2.     Binggel kana (gelang) berbentuk melingkar tanpa ujung pangkal bermakna lambang keabadiaan,
3.     Bentuk gunungan (meru) pada pethat (sisir) melambangkan keagungan Tuhan dan harapan terciptanya kebahagiaan.
4.     Hiasan sanggul berupa ceplok dengan jenehan terdiri tiga warna merah, hijau dan kuning (biasa dikenakan untuk pengantin putri) merupakan lambang Trimurti, tiga dewa pemberi kehidupan.

Sedangkan filososfis pakaian adat Yogyakarta diwakili oleh kebaya. Nilai filosofi dari kebaya adalah kepatuhan, kehalusan, dan tindak tanduk wanita yang harus serba lembut.  Itulah sebabnya mengapa wanita Yogyakarta selalu identik dengan pribadi yang lemah gemulai


Sumber :

2 comments:

  1. artikelnya bagus, tapi sayang tidak ada gambarnya :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. ada gambarnya tapi cuma satu hehehe, terimakasih atas kunjungannya mbak rona

      Delete