Berdasarkan kegunaan
dan bentuknya terdapat 3 jenis pakaian adat Banten .
Pakaian adat pangantin,
baju pangsi, dan pakaian adat Baduy.
1.
Pakaian
Pengantin
a.
Pengantin
Pria
Mengenakan
penutup kepala, baju koko dengan kerah sebagai atasan.
Kain
samping atau batik khas Banten sebagai bawahan, sabuk dari kain batik dengan
motif sama.
Sebilah
parang, golok, atau keris
Selop
sebagai alas kakinya.
Baca Juga :
·
Pakaian
Pengantin Wanita
Mengenakan hiasan di kepala berupa kembang goyang
berwarna keemasan
Rangkaian
bunga melati diselipkan di sanggulnya
Baju
kebaya sebagai atasan, selendang diselempangkan ke bahu
Kain
samping atau batik sebagai bawahan.
2.
Baju
Pangsi
Baju pangsi adalah
baju yang dikenakan sehari-hari oleh masyarakat Banten.
Baju ini dipadukan
dengan celana komprang.
Selain sebagai pakaian
sehari-hari baju pangsi juga dipakai dalam latihan silat tradisional atau debus
yang kerap digelar oleh masyarakat adat Banten.
Pangsi
merupakan singkatan dari Pangeusi “Numpang ka Sisi" yakni pakaian penutup
badan yang cara pemakaiannya dibelitkan dengan cara menumpang seperti memakai
sarung.
Pangsi
terdiri dari tiga susunan yakni Nangtung, Tangtung, Samping.
·
Filosofi Baju Pangsi
Berdasarkan fungsinya, pangsi terdiri
dari bagian atas (baju) disebut dengan "Salontreng"
Bagian bawah (celana) disebut dengan
"Pangsi".
Di bagian salontreng (1) dibuat tanpa
kerah baju (2) dan terdiri dari lima atau enam kancing (6).
Dalam agama Islam, lima kancing
menunjukkan rukun Islam sedangkan enam kancing menunjukkan rukun iman.
Jahitan yang menghubungkan badan dan
tangan disebut dengan istilah beungkeut (4) yang mengandung arti "Ulah
suka-siku ka batur, kudu sabeungkeutan, sauyunan, silih asah, silih asih, silih
asuh, kadituna silih wangi, asal kata dari nama kerajaan Sunda Siliwangi".
Dalam bahasa Indonesia dapat diartikan
"Tidak boleh jahil dan licik kepada sesama, harus satu kesatuan dan
kebersamaan dalam ikatan batin, saling memberi nasihat, saling mengasihi, dan
saling menyayangi, selanjutnya saling mengharumkan nama baik".
Di ujung tangan (3), di ujung celana (11) terdapat jahitan beungket khusus dan di bagain baju terdapat dua saku (5).
Di bagian bawah (pangsi) dipasang karet
dan tali yang berfungsi sebagai pengikat. Dulu tidak seperti ini (tanpa tali
dan karet) karena pemakaiannya dilakukan dengan cara dibelitkan seperti sarung.
Di bagian samping (9) dipasang jahitan
pengikat (8).
Samping (9) yang dulu berwarna hitam,
kini dimodifikasi menjadi warna hitam karena disesuaikan dengan model dan mode
pakaian modern.
Samping mengandung arti "Depe Depe
Handap Asor", dalam bahasa Indonesia artinya "Selalu rendah hati dan
tidak sombong".
Di bagian bawah (pangsi) terdapat Tangsung (10) yang mengandung makna "Tangtungan Ki Sunda Nyuwu Kana Suja", dalam bahasa Indonesia artinya "Mempunyai pendirian yang teguh dan kuat sesuai dengan aturan hidup".
Sedangkan Suja atau Nangtung (12)
mengandung makna "Nangtung, Jejeg, Ajeg dina Galur.
Teu Unggut Kalinduan, Teu Gedag
Kaanginan", dalam bahasa Indonesia artinya Teguh dan kuat pendirian dalam
aturan dan keyakinan, semangat tinggi dan tidak mudah goyah".
3.
Pakaian
Adat Baduy
Dari sisi
penerimaannya terhadap masyarakat luar, suku Baduy dibagi menjadi 2, yaitu suku
Baduy Dalam dan suku Baduy Luar.
Suku Baduy Dalam sama
sekali tidak mau berinteraksi dengan masyarakat luar.
Suku Baduy Luar masih
mau berinteraksi dengan masyarakat luar tapi dengan batas-batas tertentu.
Oleh karena itu
pakaian adat kedua suku ini mempunyai perbedaan mencolok.
a.
Pakaian
Adat Baduy Dalam
·
Pakaian
Pria Baduy Dalam
Pakaian
adat pria suku Baduy Dalam disebut dengan nama Jamang Sangsang
Digunakan
dengan cara disangsangkan atau digantungkan di badan.
Bahan
yang digunakan dari pintalan kapas asli yang diperoleh dari hutan.
Dijahit
menggunakan tangan , memiliki lubang di bagian lengan dan leher tanpa kerah,
tidak dilengkapi dengan kancing atau saku.
Baju
sangsang ini dipadukan dengan bawahannya berupa warna hitam atau biru tua yang
dililit dipinggang.
Dilengkapi
ikat kepala dari kain putih yang berfungsi sebagai pembatas rambut
Baju
ini berwarna putih, karena bagi suku Baduy Dalam warna putih memiliki makna bahwa mereka masih
suci dan belum dipengaruhi budaya luar.
·
Pakaian
Wanita Baduy Dalam
Memakai
busana seperti sarung dengan warna biru kehitam-hitaman mulai dari tumit sampai
dada.
Model,
potongan dan warnanya sama , kecuali bajunya.
Pakaian
seperti ini biasanya dikenakan untuk pakaian sehari-hari di rumah.
b.
Pakaian
Adat Baduy Luar
·
Pakaian
Pria Baduy Luar
Pakaian
adat suku Baduy Luar mempunyai desain yang cenderung lebih dinamis.
Menggunakan
jahitan mesin, mempunyai kancing dan kantong, bahannya pun tidak terpaku harus
berupa kapas murni.
Warna
pakaian suku Baduy Luar adalah warna
hitam, oleh karena itulah baju ini diberi nama baju kampret (baju kelelawar).
Suku
Baduy Luar memakai ikat kepala berwarna biru tua dengan corak batik.
·
Pakaian
Wanita Baduy Luar
Untuk
pakaian kaum wanita, suku Baduy Dalam maupun Baduy Luar tidak terlalu mempunyai
perbedaan yang mencolok.
Corak
Kain sarung atau kain wanita hampir sama coraknya, yaitu dasar hitam dengan
garis-garis putih, sedangkan selendang berwana putih, biru, yang dipadukan
dengan warna merah.
Untuk
pakaian bepergian, biasanya wanita suku Baduy Luar memakai kebaya, kain tenunan
sarung berwarna biru kehitam-hitaman, karembong, kain ikat pinggang dan
selendang.
Pria
suku Baduy Luar dan suku Baduy Dalam selalu membawa bedog atau golok dalam
kesehariannya.
Aksesoris
tambahan pria Suku Baduy yaitu tas yang terbuat dari kulit kayu pohon terep.
Tas
yang disebut koja atau jarog ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
Suku Baduy.
Tas
ini berfungsi sebagai tempat menyimpan perlengkapan yang dibutuhkan.
·
Tenun
Baduy
Tenun Baduy memiliki
kekhasan tersendiri baik dari segi bahan maupun ragam hias yang mendasari
pembuatannya.
Bagi suku Baduy tenun selain berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan sandang, juga memiliki fungsi sebagai identitas, khususnya terhadap
nilai-nilai adat yang juga melambangkan eksistensi mereka.
Keunggulan cita rasa dari
pembuatan kain yang dimiliki orang Baduy berkembang dalam berbagai wujud,
sifat, bentuk, kegunaan, ragam hias, serta menjadi jati diri dan ciri khas
masyarakat adat tersebut.
Betapapun sederhananya
bentuk, bahan, pola hias, dan teknik pembuatannya, tenun Baduy merupakan benda
budaya yang bukan hanya didasari oleh fungsi saja tetapi juga merupakan
perwujudan dari nilai-nilai tradisi, adat istiadat, sejarah, dan kekayaan alam
yang merupakan cerminan dari budaya mereka.
Kreativitas mereka dalam
membuat kain tenun terbentuk melalui suatu perjalanan panjang. Menenun
mempunyai nilai estetika, kegiatan menenun juga memiliki makna ketaatan untuk
para wanita Baduy.
Keragaman dan keunikan
kain tenun Baduy merupakan cerminan dari filosofi hidup mereka.
Serta merupakan kreasi
dari bentuk-bentuk simbolis yang tertuang dalam adat hingga keseharian mereka.
Suku Baduy percaya bahwa mereka harus tetap ada
dalam kesahajaan dan kesederhanaan.
Karena menurut
kepercayaan mereka, meninggalkan kesederhanaan berarti membatalkan tapa
di dunia.
Kegiatan menenun dalam
masyarakat adat Baduy juga merupakan salah satu perwujudan dari konsep
amalan tapa yang dilakukan perempuan Baduy.
Karena membuat kain tenun
merupakan pemenuhan kebutuhan sandang.
Orientasi masyarakat adat
Baduy dalam tinggkatan status sosial juga terlihat pada kepatuhan meraka
terhadap pakaian yang mereka kenakan.
Masyarakat adat Baduy
dipisahkan oleh garis sosial yang membentuk status dan tampak memperlihatkan
dua subkultur berbeda.
Masyarakat Baduy
memisahkan status sosial berdasarkan wilayah pemukiman mereka ke dalam tiga
bagian; Tangtu, Panamping, dan Dangka.
Tangtu merujuk pada masyarakat adat Baduy
Dalam, sedangkan Panamping dan Dangka merujuk pada masyarakat
adat Baduy Luar.
Pada gilirannya,
pelapisan sosial ini pun memengaruhi tata cara mereka berpakaian dan menenun.
Warna putih digunakan pada bahan kain tenun dan pakaian yang dikenakan oleh
Baduy Dalam. Sedangkan Baduy Luar diberi identitas yang berbeda, yaitu
berpakaian hitam.
Alat Menenun Tenun Baduy
Keterangan Gambar
A.
Caor/dodogong, sebilah papan yang diletakkan horizontal, sebagai
sandaran punggung penenun. Selain itu berfungsi jug untuk menarik kain tenunan
agar terbentang kencang.
B.
Taropong, sepotong
bambu (tamiang), tempat memasukkan benang kanteh (pakan).
C.
Tali caor, tali yang mengikatkan bilah caor dengan kain
yang ditenun di sebelah kiri dan kanan penenun.
D.
Suri/Sisir, alat berbentuk sisir, untuk membereskan benang
pakan dan benang lusi.
E.
Hapit, bilahan papan untuk menggulung kain hasil tenun.
F.
Barera, sebilah kayu
alat bertenun untuk merapatkan benang pakan agar kain tenun menjadi rapat
G. Jingjingan, bagian dari gedogan, tempat menambatkan lusi.
H. Limbuhan, sebilah kayu yang memanjang seperti mistar berbentuk
bulat untuk merenggangkan kedudukan benang tenun
I.
Kekedal, patitihan, totojer, bilahan kayu tempat kaki penenun bertelekan
J.
Rorogan, sebilah kayu alat penahan berera,
terletak sebelah kanan penenun.
K. Totogan, bilahan papan/kayu sebagai alat penahan ketika proses
bertenun.
L.
Cangcangan, bilahan
papan/kayu, sebagai penguat alat bertenun
Sumber :
http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/07/pakaian-adat-banten-dan-penjelasannya.html
http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/971/pakaian-adat-banten
http://www.kebudayaanindonesia.com/2014/09/kebudayaan-banten.html
http://new.bogorkab.go.id/index.php/post/detail/1190/filosofi-pangsi-sunda#.WA5LtfRR1h8
https://fitinline.com/article/read/3-jenis-pakaian-adat-suku-baduy/
http://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/jamang-sangsang-pakaian-alam-suku-baduy
http://bundahega.blogspot.co.id/2013/07/pakaian-adat-suku-baduy.html
http://www.wacana.co/2014/02/seni-tenun-baduy/
Malah paling suka bajunya khas Baduy. Bukan masalah warnanya yg itu2 aja tp lebih sederhana. Simple gitu dah
ReplyDeletemakasih atas kunjungannya
Deletemakasih atas kunjungannya
ReplyDelete