4 Jenis Rumah Adat Gorontalo

rumah adat gorontalo

Gorontalo memiliki empat rumah adat yang menjadi ciri khas provinsi Gorontalo, antara lain :
1.   Rumah adat Dulohupa yang berada di kota Gorontalo
2.   Rumah adat Bandayo Poboide yang berada di Limboto
3.   Rumah adat Ma’lihe atau Potiwaluya
4.   Rumah adat Gobel yang berada di Bone Bolango.
Diantara keempat rumah adat tersebut, rumah adat dulohupa dan rumah adat bandayo poboide yang sering di bahas.
Sedangkan rumah adat yang dua lagi jarang dibahas orang.

1.   Rumah Adat Dulohupa
Rumah adat Dulohupa ini letaknya di Kelurahan Limba, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo.
rumah dulohupa
Rumah Dulohupa juga disebut Yiladia Dulohupa Lo Ulipu Hulondhalo oleh penduduk Gorontalo.
Rumah adat ini berbentuk rumah panggung yang badannya terbuat dari papan dan struktur atap bernuansa daerah Gorontalo.
Selain itu rumah adat Dulohupa juga dilengkapi pilar-pilar kayu sebagai hiasan serta lambang dari rumah adat Gorontalo
Memiliki dua tangga yang berada di bagian kiri dan kanan rumah adat, yang menjadi symbol tangga adat atau disebut tolitihu.
Rumah adat Dulohupa dibangun berupa rumah panggung.
Hal ini dilakukan sebagai penggambaran dari badan manusia yaitu atap menggambarkan kepala, badan rumah menggambarkan badan, dan  pilar penyangga rumah menggambarkan kaki.
Selain itu bentuk rumah panggung juga dipilih untuk menghindari terjadinya banjir yang kala itu sering terjadi. 
Rumah adat Dulohupa di Gorontalo dibangun berlandaskan prinsip-prinsip dan kepercayaan.
Bagian atap rumah adat Dulohupa terbuat dari jerami terbaik dan berbentuk seperti pelana yaitu atap segitiga bersusun dua yang menggambarkan syariat dan adat penduduk Gorontalo.
Atap bagian atas menggambarkan kepercayaan penduduk Gorontalo terhadap Tuhan yang Maha Esa dan agama merupakan kepentingan utama di atas yang lainnya. Sedangkan atap bagian bawah menggambarkan kepercayaan penduduk Gorontalo terhadap adat istiadat serta budaya.
Pada bagian puncak atap dahulu terdapat dua batang kayu yang dipasang bersilang pada puncak atap atau disebut Talapua. 
Penduduk Gorontalo percaya bahwa Talapua dapat menangkal roh – roh jahat, namun seiring perkembangan kepercayaan islami, sekarang Talapua sudah tidak di pasang lagi.
Pada bagian dinding depan terdapat Tange lo bu’ulu yang tergantung di samping pintu masuk rumah adat Dulohupa.
Tange lo bu’ulu ini menggambarkan kesejahteraan penduduk gorontalo.
Sedangkan bagian dalam rumah adat Dulohupa bergaya terbuka karena tidak banyak terdapat sekat.
Selain itu di dalam rumah adat terdapat anjungan yang dikhususkan sebagai tempat peristirahatan raja dan keluarga kerajaan.
Rumah adat Dulohupa memiliki banyak pilar-pilar kayu.
Selain sebagai penyokong karena bentuknya berupa rumah panggung, pilar-pilar tersebut juga memiliki makna tersendiri.
Pada rumah adat Dulohupa terdapat beberapa jenis pilar yaitu, pilar utama atau wolihi berjumlah 2 buah, pilar depan berjumlah 6 buah, dan pilar dasar atau potu berjumlah 32 buah.
Pilar utama atau wolihi menempel di atas tanah langsung ke rangka atap.
Pilar ini merupakan simbol ikrar persatuan dan kesatuan yang kekal abadi antara dua bersaudara 14 Gorontalo-Limboto (janji lou dulowo mohutato-Hulontalo-Limutu) pada tahun 1664.
Selain itu angka 2 menggambarkan delito (pola) adat dan syariat sebagai prinsip hidup penduduk Gorontalo dalam pemerintahan maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti pilar utama, pilar depan juga menempel di atas tanah langsung ke rangka atap. Pilar ini menggambarkan 6 sifat utama atau ciri penduduk lou dulowo limo lopahalaa yaitu :
a.   sifat tinepo atau tenggang rasa
b.   sifat tombulao atau hormat
c.   sifat tombulu atau bakti kepada penguasa
d.   sifat wuudu atau sesuai kewajaran
e.   sifat adati atau patuh kepada peraturan
f.     sifat butoo atau taat pada keputusan hakim. 
Sedangkan jumlah pilar dasar atau potu menggambarkan 32 penjuru mata angin.
Pada masanya pilar ini dikhususkan untuk golongan raja dan bangsawan.
Bentuk pilar pada bagian depan/serambi berbentuk persegi berjumlah 4, 6 atau 8.
Hal ini menggambarkan banyaknya budak yang dimiliki oleh raja.
Namun seiring perjalanan waktu jumlah pilar ini tetap digunakan walaupun bukan pada rumah bangsawan dan tidak lagi menggambarkan makna tertentu.
Selain pilar, jumlah anak tangga pada rumah adat Dulohupa juga memiliki makna tersendiri.
Jumlah anak tangga terdiri dari 5 – 7 anak tangga.
Angka 5 menggambarkan rukun islam dan 5 filosofi hidup penduduk Gorontalo, yaitu :
a.   Bangusa talalo atau menjaga keturunan
b.   Lipu poduluwalo atau mengabadikan diri untuk membela negeri
c.   Batanga pomaya
d.   Upango potombulu
e.   Nyawa podungalo yang berarti mempertaruhkan nyawa untuk mewakafkan dan mengorbankan harta.
Sedangkan angka 7 menggambarkan 7 tingkatan nafsu pada manusia yaitu :
a.   Amarah
b.   Lauwamah
c.   Mulhimah
d.   Muthmainnah
e.   Rathiah
f.     Mardhiah
g.   Kamilan.
Dulohupa merupakan bahasa daerah Gorontalo yang berarti mufakat atau kesepakatan.
Dahulu, rumah adat ini digunakan sebagai tempat bermusyawarah keluarga kerajaan, merencanakan kegiatan pembangunan daerah serta menyelesaikan permasalahan penduduk setempat dan sebagai ruang sidang kerajaan bagi pengkhianat negara melalui sidang tiga tahap pemerintahan yaitu Buwatulo Bala (Tahap keamanan), Buwatulo Syara (tahap hukum agama Islam) dan Bawatulo Adati (Tahap hukum adat)
Namun saat ini, rumah adat Dulohupa digunakan untuk pagelaran upacara adat, seperti upacara adat pernikahan dan pagelaran budaya dan seni di Gorontalo.
Di dalam rumah adat ini terdapat perlengkapan untuk upacara perkawinan, pelaminan dan benda-benda berharga lainnya.
Di dalam rumah adat Dulohupa penduduk adat Gorontalo perkawinan berupa pelaminan, busana adat pengantin, dan perhiasan lainnya.

2.   Rumah Adat Bandayo Poboide
Rumah adat Bandayo Poboide berada di depan rumah dinas Bupati Gorontalo.
Desainnya tidak begitu berbeda dengan rumah adat Dulohupa, perbedaannya terletak pada bagian dalam rumah, dimana rumah adat Bandayo Poboide memiliki banyak sekat.
rumah bandayo poboide
Rumah adat Poboide berbentuk rumah panggung yang terbuat dari kayu berkualitas tinggi hingga mampu bertahan hingga saat ini.
Secara keseluruhan bahan yang digunakan untuk membangun rumah adat ini adalah kayu.
Ada dua jenis kayu yang digunakan, yaitu kayu cokelat dan kayu hitam.
Kayu cokelat kemerahan memiliki serat lurus.
Kayu ini tampak mendominasi seluruh bangunan.
Kayu berwarna hitam dipergunakan sebagai kusen, pegangan tangga, dan pagar balkon.
Kayu hitam juga dipakai sebagai ukiran lubang angin.
Ukiran halus pada lubang angin di atas pintu bermotifkan tumbuhan dan bunga yang berlubang-lubang.
Dinding, daun pintu, jendela, dan lantai dibuat dari kayu cokelat kemerahan, dipernis tipis.
Semua kusen, tulang pintu, jendela, dan pegangan tangga serta balkon dibuat dari kayu hitam.
Dua buah tangga yang cukup lebar, secara simetris terletak di depan bangunan.
Keduanya mengapit balkon yang merupakan bagian serambi depan.
Pada sayap kanan dan kiri terdapat ruang terbuka yang lebih rendah daripada bagian panggung bangunan utama.
Akan tetapi, kedua ruangan itu tetap lebih tinggi dari permukaan tanah.
Ruangan itu merupakan aula terbuka bagi serambi kanan dan kiri bangunan utama.
Sepasang tangga yang masing-masing terletak di sayap kanan dan kiri, menghubungkan serambi kanan dan serambi kiri bangunan utama.
Dengan demikian, tanpa melalui tangga utama di depan bangunan, orang dapat keluar dari serambi kanan atau kiri menuju aula terbuka di sayap bangunan utama.
Keseluruhan bangunan Bandayo Poboide ini terbagi atas lima bagian.
a.   Serambi luar atau depan.
b.   Ruang tamu. Ruang ini merupakan ruangan memanjang dengan sebuah kamar di tiap-tiap ujung kanan dan kirinya.
c.   Ruang tengah merupakan ruangan terluas diantara kelima bagian yang lain.
Di ruangan ini terdapat dua buah kamar yang keduanya terletak di sisi kiri ruangan.
d.   Ruang dalam memiliki luas dan bentuk yang sama dengan ruang tamu.
Dua buah kamar juga terdapat di tiap-tiap ujung kanan dan kiri ruangan ini. 
Selain mempunyai pintu pada setiap kamar, di bagian dalam ini juga mempunyai pintu yang menuju keserambi samping.
e.   Ruang belakang tempat dapur, kamar mandi, dan kamar-kamar kecil.
Tidak seperti di ruangan lainnya, kamar-kamar di ruang belakang ini terletak berderet memanjang.
Pada tiap-tiap ujung kanan dan kirinya terdapat sebuah pintu keluar menuju serambi samping.

Kata Bandayo memiliki arti gedung atau bangunan sedangkan kata Poboide atau Po Boide memiliki arti tempat untuk bermusyawarah.
Sehingga sama seperti fungsi dari rumah adat Doluhapa, rumah adat Bandayo Poboide juga digunakan sebagai tempat untuk bermusyawarah, hanya letaknya yang berbeda.
Dahulu rumah adat Bandayo Poboide juga digunakan sebagai istana raja sebagai pusat pemerintahan dan tempat berkumpulnya para tetua adat dalam membicarakan prosesi adat dan juga digunakan sebagai tempat pelaksanaan pagelaran budaya khas Gorontalo.
Namun sekarang ini rumah adat Bandayo Poboide menjadi tempat melestarian dan mengembangkan seni dan budaya daerah Gorontalo.
Jika dicermati secara keseluruhan, arsitektur rumah adat Gorontalo ini (baik rumah adat Doluhapa dan juga Bandayo Pomboide) banyak dipengaruhi kebudayaan Islam yang memang tumbuh dan mengakar kuat di wilayah Gorontalo dahulu kala.

3.   Rumah Adat Ma’lihe atau Rumah Adat Potiwoluya
Rumah Adat Ma’lihe atau Rumah Adat Potiwoluya merupakan rumah adat yang digunakan sebagai tempat tinggal penduduk Gorontalo.
Dalam bahasa Gorontalo Ma’lihe berarti mahligai.
rumah malihe
Rumah Adat Ma’lihe ini berupa rumah panggung yang membentuk bujur sangkar atau persegi empat yang ditopang oleh pilar dengan tinggi pilar satu sampai empat meter.
Atap rumah adat Ma’lihe ini juga berbentuk persegi panjang, tampak depan atap (watopo) membentuk segitiga dan tampak samping atap membentuk jajaran genjang.
Bahan atap menggunakan daun rumbia  dan bahan dinding rumah menggunakan bambu yang dibelah dan dianyam.
Bangunan ini memiliki kamar tidur, ruang tamu, dapur dan serambi dan setiap kamar dilengkapi jendela.
Pembangunan tempat tinggal penduduk Gorontalo ini juga dibangun melalui prinsip hidup penduduk Gorontalo.
Pengukuran ketinggian, panjang dan lebar rumah dilakukan dengan aturan tertentu yaitu, aturan 1 depa dikurangi 1 jengkal hasil pengurangan dibagi 8.
Angka 8 digunakan karena menggambarkan keadaan yang selalu terjadi pada diri manusia, yaitu :
a.   Rahmat
b.   Celaka
c.   Untung
d.   Rugi
e.   Kelahiran
f.     Kematian
g.   Umur
h.   Hangus
Ruangan bagian dalam bangunan berbentuk segiempat yang menggambarkan empat kekuatan alam yakni air, api, angin, dan tanah.
Saat baru dibangun rumah hanya boleh memiliki 3 kamar terlebih dahulu, setelah ditinggali baru boleh dibangun kamar tambahan.
Hal ini menggambarkan kepercayaan penduduk gorontalo tentang 3 tahapan keadaban manusia yakni bermula dari tidak ada, ada dan berakhir dengan tiada (alam rahim, alam dunia, dan alam akhirat).
Pembagian kamar tidur pun memiliki aturan tertentu dimana kamar anak laki-laki dibangun di bagian depan dan kamar anak perempuan di bagian belakang.
Selain itu terdapat pula aturan penerimaan tamu ke dalam ruang tamu.
Tamu pria hanya boleh diterima di serambi atau teras sedangkan tamu wanita harus masuk ke dalam ruang tamu.
Hal ini sesuai dengan syariat islam yang dipegang oleh para penduduk Gorontalo untuk menghindarkan bertemunya pria dan wanita yang bukan mahramnya.
Penduduk Gorontalo memiliki kepercayaan mengenai posisi kamar berjejer kebelakang
Atau posisi bersilang dengan posisi kamar tidur utama berada pada sisi kanan pintu masuk rumah
Yaitu bila pemilik rumah pergi dari rumah, ia akan tetap ingat untuk pulang.
Selain itu arah kamar dibuat sesuai arah aliran sungai, hal ini dipercaya bisa mendapatkan rejeki yang terus mengalir seperti derasnya aliran air sungai.
Posisi dapur dan bangunan utama dipisahkan oleh sebuah jembatan.
Pemisahan ini dilakukan karena dapur merupakan rahasia pemilik rumah, sehingga setiap tamu yang berkunjung tidak boleh melewati jembatan tersebut.
Selain itu posisi dapur tidak boleh mengarah ke arah kiblat, karena penduduk jaman dahulu percaya rumah akan menjadi mudah terbakar. 

4.   Rumah Adat Gobel
Rumah adat Gobel adalah salah satu rumah adat yang berlokasi di Kecamatan Tapa Kabupaten Bone Bolango.
rumah adat gobel
Akan tetapi tidak banyak sumber yang membahas mengenai rumah adat ini.
Dahulu rumah adat Gobel merupakan rumah keluarga kerajaan Raja Gobel.
Namun saat ini rumah adat Gobel sering digunakan untuk acara – acara resmi pemerintah setempat.









No comments:

Post a Comment