Alat
musik tradisional adalah sebuah instrumen musik atau alat musik yang menjadi
ciri khas suatu daerah yang diwariskan secara turun-temurun. Alat
musik tradisional diciptakan di daerah tertentu sehingga nama, bentuk, serta
ciri alat musik setiap wilayah berbeda dengan wilayah lainnya.
Meski ada beberapa alat musik yang bentuknya terlihat mirip, perbedaan akan selalu ada. Bisa itu dari namanya, cara memainkan, maupun fungsinya. Dirangkum dari berbagai sumber, berikut daftar alat musik tradisional Jambi.
1. Serangko
Alat-alat
musik tradisional menjadi salah satu
peninggalan kesenian dan budaya di tiap provinsi. Ada beberapa yang terus
dimainkan turun-temurun hingga terus lestari.
Sayangnya,
ada juga yang semakin langka tergerus perkembangan zaman dan akhirnya terancam
kepunahan. Salah
satu alat musik tradisional yang kian sulit ditemukan adalah serangko.
Alat
musik tradisional yang berasal dari Provinsi Jambi ini merupakan warisan
Kerajaan Melayu Tua di Kerinci. Saat itu, serangko dibuat oleh masyarakat
Melayu karena sulit sekali untuk mengumpulkan massa.
Serangko
termasuk ke dalam jenis alat musik tiup dengan bentuk mirip terompet. Alat
musik ini terbuat dari tanduk kerbau yang dirajah (diukir)
dengan tulisan aksara incung, aksara yang digunakan oleh Suku Kerinci
di Jambi.
Pada bagian ujung tanduk yang mengecil, disambung dengan bambu yang telah dilubangi di bagian samping. Sambungan bambu membuat serangko memiliki panjang antara 1 hingga 1,5 meter. Bagian tanduk kerbau akan membuat nada yang dihasilkan serangko cukup keras dan terdengar hingga jarak beberapa meter.
Hal ini sesuai dengan fungsi serangko atau puput pada zaman dahulu, yaitu sebagai media untuk menginfokan kepada masyarakat Jambi bahwa ada yang sedang mendapat musibah, seperti kematian. Selain untuk memberikan kabar kepada masyarakat, serangko juga digunakan oleh komandan perang untuk memberikan perintah.
Selain menghasilkan suara yang keras, serangko juga bisa menghasilkan nada-nada melodis dengan menutup buka lubang yang ada di bagian bambu. Karena mampu menghasilkan nada-nada melodis, serangko pun kerap digunakan untuk berbagai keperluan lain.
Alat musik ini sering digunakan dalam upacara adat yang menampilkan tari-tarian, misalnya Ngaji Adat, Iyo-Iyo, dan Nuhaun Seko. Serangko akan menjadi salah satu alat musik yang mengiringi gerak para penari. Dalam upacara sakral, seperti tolak bala, pengobatan, ngayun luci, atau upacara besambai, serangko digunakan untuk mengiringi pembacaan mantra-mantra.
Pada malam berinai, masyarakat Jambi juga sering mengadakan permainan tradisional yang disebut Lukah Gilo. Beberapa alat musik termasuk serangko dimainkan untuk mengiringi permainan ini. Selain itu, serangko juga digunakan sebagai hiburan untuk mengiringi lagu-lagu, tari-tarian, tutur, serta teater rakyat.
Untuk
keperluan pertunjukan pada zaman sekarang, serangko lebih sering dibuat dari
kayu daripada tanduk. Hal itu dikarenakan tanduk kerbau jalang yang digunakan
untuk membuat alat musik ini, sudah tidak ditemukan lagi.
2. Gangor / Cangor
Salah satu alat musik Jambi adalah Cangor. Alat musik ini salah satu musik idio-kordofon, Alat musik ini akan kita temukan di Jambi, terutama di daerah Sarolangun, Bungo, Merangin, Kerinci, dan Tebo.
Cangor adalah alat musik Jambi yang dipengaruhi oleh budaya Melayu. Cangor berbentuk silinder yang terbuat dari batang bambu yang kulitnya disisit untuk membuat senar.
Memainkan
congor terbilang cukup mudah, yaitu hanya dengan dipukul menggunakan dua buah
tongkat kecil yng terbuat dari rotan kecil.
Material atau bahan yang digunakan dalam pembuatan cangor adalah bambu, caranya dipotong-potong dengan
40cm, setelah dipotong-potong, kulit bambu dicungkil dan diberikan bantalan
kayu.
Biasanya Cangor dibuat dari batang bambu mayan dan pengencang senarnya dibuat dari kayu trembesi. Cangor dapat dikatakan musik rakyat, sebab alat musik ini sangat identik dengan petani, mereka bisa memainkannya di sela-sela istirahat. Meskipun sederhana, congor dapat menghasilkan nada yang indah.
3. Puput Kayu
Jika di Sumatera Barat kita mengenal alat musik Puput Serunai, di Jambi ada yang namanya Puput Kayu. Puput Kayu ini adalah sejenis alat musik tradisional Jambi yang terbuat dari kayu. Alat musik Puput Kayu tergolong alat musik tiup.
Puput Kayu ini sejenis serunai yang dilengkapi lidah-lidah sebagai alat bantu tiup, pada badan puput kayu terdapat tujuh lubang nada. Puput kayu dimainkan sebagai pelengkap alat kesenian pada saat mengiringi lagu dan tarian tradisional Jambi.
4. Gendang Melayu Jambi
Gendang Melayu Jambi memiliki karakteristik bentuk maupun bunyi yang khas dibandingkan dengan gendang dari daerah lainnya. Gendang Melayu Jambi terbuat dari bongkot kelapa dan kulit binatang ternak seperti kambing. Jalinan rotan berfungsi untuk mengencangkan kulit gendang tersebut.
Gendang dimainkan dengan cara dipukul menggunakan kedua tangan sambil dipeluk dalam posisi duduk. Agar bunyinya lebih nyaring pada lingkaran kulit bagian dalam dipasak dengan menggunakan rotan bulat disebut sentung.
Diprovinsi
Jambi gendang ini lazimnya digunakan untuk polaritme lagu-lagu
daerah serta pengiring tari,serta lagu-lagu melayu Jambi lainnya.
5. Gambus Jambi
Gambus Jambi sedikit berbeda dengan gambus pada umumnya, hal ini dapat kita lihat dari bentuk dan ukurannya. Beberapa modifikasi juga terlihat dari jumlah senar yang dimiliki oleh gambus Jambi, yang mana ditambahkan tingga hingga dua belas senar.
Pada dasarnya, alat musik gambus dibawa oleh masyarakat Timur Tengah saat melakukan perdagangan ke Indonesia.Selain di Jambi, kita juga akan menemukan alat musik gambus di daerah-daerah lain, baik di Pulau Sumatera ataupun pulau lain.
Sebenarnya
tidaklah heran apabila gambus ini
sangat diminati oleh masyarakat Indonesia, bahkan gambus juga sering
dipadukan dengan alat
musik tradisional lain.
6. Sekdu
Sekdu adalat Instrumen atau alat musik tradisional Jambi yang dimainkan dengan cara ditiup dan dibuat dari bambu dengan diamater 1,5 cm. Namun dibagian peniupnya terbuat dari kayu yang biasanya disebut dengan klep peniup.
Nada yang dihasilkan oleh Sekdu ini hanya terdiri dari nada do, re, mi, sol dan la, sehingga Sekdu ini disebut alat musik pentatonis atau selendro. Sekdu biasanya digunakan oleh masyarakat melayu tua dalam acara-acara upacara adat.
7. Kelintang Kayu
Terciptanya
suatu karya seni berangkat dari latar belakang budaya suatu suku bangsa yang
telah diolah, diberi bentuk dan bersifat baku, biasanya sarat dengan nilai
filosofis dan simbol etis.
Begitupun
produk seni budaya daerah Huluan Jambi dengan latar belakang sejarah
kebudayaannya yang panjang, membuat sebagian tradisi purba dapat bertahan
sampai saat sekarang, sebaliknya pada bagian lain dari tradisi purba itu telah
tenggelam oleh arus zaman, dan tidak dikenal sama sekali oleh masyarakat
sekarang.
Salah
satunya adalah Kelintang
Kayu, merupakan alat musik tradisional yang terdapat di Provinsi Jambi. Jenis
alat musik Kelintang Kayu seiring waktu alat musik purba ini banyak berkembang
di daerah Kabupaten Muaro Jambi, Sarolangun, Bangko dan Kerinci.
Alat musik ini merupakan alat musik yang terbuat dari kayu dan dimainkan dengan cara dipukul. Harmonisasi nada yang dihasilkan merupakan nada pentatonis. Nada-nada tersebut bersumber dari kayu yang ditala sedemikian rupa sehingga menghasilkan bunyi yang bernada do, re, mi so dan la.
Umumnya,
alat musik Kelintang Kayu terbuat dari kayu Mahang, yaitu sejenis kayu ringan
yang umumnya tidak digunakan sebagai bahan baku bangunan karena memiliki
kekuatan yang rendah karena memiliki tingkat kepadatan yang rendah.
Karakteristik tersebut membuat kayu Mahang memiliki berat yang lebih ringan dan lebih nyaring serta lebih mudah ditala untuk menghasilkan bunyi yang diinginkan. Pada masanya Kelintang Kayu di mainkan di tepi rimba, di huma huma tengah padang, sendiri sambil bersyair, mengungkap rasa dan isi jiwa dengan mentala kelintang kayu.
Syair-syair
yang dilantunkan, biasanya syair ratapan, ini dibuktikan dengan isi
naskah-naskah kuno Incung yang ditulis di atas ruas-ruas bambu, salah satunya:
Tarabangun
alah kau iya tubuh hati dingan ta / rang ih apa sabap karan itu aku handak /
mamilang tutur papatah surat icung pa / ranggi ih apa sabap karana itu ih
mandang / mandang tarabangur kau iya hati dingan tarang / ih apa sabap karana
itu aku manyurat hari / alah patang bangkit alah riyang rindu hati / ih danga
ngar nyanyi aku di ka’u hiya / burung harak harak batabung cakur tara /
palimbang dingan jawa gumi harak du / hiya hacur kasih aku timbang / dinga
nyawa itu kata aku di ka’u / duwa saliringhih ka’u nyanyi baruma di liring
bukit habis padi dima / kan hanggang ih kami satana burung / pipit hilir mudik
dihalar hu / rang badan aku kasiyan niyan ini.
Keselarasan
dengan alam raya di dataran tinggi dan huluan Jambi, membentuk masyarakat
dahulunya, peka dan halus isi jiwanya, nilai-nilai yang tumbuh ini menciptakan
hubungan yang selaras dan seimbang dengan alam raya dan lingkungan sekitarnya
Saling
menjaga, saling menghormati, “Mengukur Sama Panjang, Menimbang Sama Berat, Menuai Pada
Yang Patut, Mengambil Tuah Pada Yang Menang, Mengambil Bijak Pada Yang Tua,
Memuliakan Yang Muda, Mendahulukan Tuo Tangganai”.
Nilai-nilai
kuno ini yang sekarang hilang, sehingga langkanya “Menimbang Rasa”, di
kehidupan modern ini, nilai-nilai yang tumbuh di masa lalu dianggap tak patut
lagi, kuno, dan tak cocok buat zaman sekarang.
Padahal
nilai-nilai kuno ini yang mengikat hubungan manusia antar manusia, manusia
dengan alam raya, manusia dengan Sang Penciptanya.
Kita
terlalu mengagungkan paham-paham modern, mengadopsinya kebablasan, ibarat
menyemai bibit tak lagi melihat apakah bibit itu cocok di tanam di tanah kita?
atau sebaliknya, arus modernisasi tak bisa kita tolak, karena itu sudah masa
dan waktunya.
Namun
dengan nilai-nilai kuno yang sarat akan isi “kearifan” akan membuat kehidupan
di masa sekarang bisa “selaras dan seimbang”, bagaimana kita memanfaatkan
produk masa modern ini secara bijak dan arif.
Dalam
memacu pembangunan kebudayaan di daerah dan memobilisasi pelestarian kebudayaan
yang punya nilai, rasanya Kelintang Kayu sebagai produk nenek moyang masa lalu,
perlu dilestarikan.
Salah
satunya adalah dengan mengadakan workshop musik yang membahas tentang alat
musik Kelintang Kayu serta komposisi yang menyertainya.
Untuk
itu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jambi, melalui UPTD Taman Budaya
Jambi dan bekerja sama dengan budayawan, seniman dan komunitas seni, berencana
akan mengadakan workshop musik Kelintang Kayu pada tanggal
8 s/d 9 Juni 2021.
Kita berharap kepunahan Kelintang Kayu tak terjadi, dan semua Stakeholder paham akan kondisi ini, dan Taman Budaya Jambi, sebagai sentra dan laboratorium seni, rumahnya para seniman dapat berfungsi sepatutnya. Karena konsep pembangunan itu bukan hanya fisik, pembangunan kebudayaan dianggap tak seksi selama ini.
Namun
akar dari proses pembangunan suatu bangsa adalah kebudayaan, bagaimana
manusianya bisa berbudaya sehingga tercipta peradaban yang selaras dan seimbang.
8. Serdam
Serdam adalah alat musik tiup sejenis suling yang terbaut dari bambu kecil yang biasanya memiliki 4 lubang. Serdam biasanya digunakan untuk mengiringi musik tradisional melayu. Serdam memiliki bunyi yang unik dan indah.
9. Genggong
Genggong adalah alat musik seperti harmonika yang dimainkan dengan cara ditiup. Genggong memiliki komponen seperti lidah-lidah getar yang menghasilkan suara. Genggong terbuat dari kayu, bambu, dan pelepah enau.
10. Marawis
Marawis adalah alat musik pukul seperti rebana namun dengan ukuran yang lebih besar. Biasanya dimainkan dengan cara berkelompok. Bahkan yang populer saat ini disebut-sebut dengan musik marawis atau band marawis.
11. Rebana Sike
Rebana
Sike memiliki 3 perpaduan seni yaitu seni vokal, gerak dan musik. Karena biasanya
pada saat memainkan alat musik ini pemain akan menyanyikan lagu yang mengandung
puji-pujian kepada Sang Pencipta dan diselingi oleh tari-tarian yang biasa
disebut koreografi.
Rebana
Sike berbentuk mirip dengan sebuah Rebana dan bahan pembuatannya pun sama yaitu
dari kayu dan kulit hewan. Rebana biasanya dimainkan oleh banyak orang atau
grup dan biasanya berisi oleh ibu-ibu pengajian.
Rebana
Sike biasanya juga dimainkan pada saat acara pentas yang memiliki unsur religi
atau juga dulu pernah pada tahun 2015 alat musik ini digunakan untuk menyambut
calon gubernur Jambi.
12. Kompangan
Kompangan
merupakan musik tradisional sejenis hadrah asal Jambi. Kesenian ini merupakan
perpaduan dari seni musik rebana, lantunan sholawat, dan tarian khas Melayu.
Menurut
KBBI edisi III, Kompangan adalah pembacaan salawat yang diiringi dengan
pemukulan kompang dalam acara pernikahan, sunatan, cukuran. Kompangan berasal
dari kata dasar kompang.
Kompang
adalah alat musik yang digunakan dalam kesenian Kompangan. Alat musik ini serupa
rebana, berbentuk gendang pipih bundar, dibuat dari tabung kayu pendek,
ujungnya agak lebar, satu ujungnya diberi tutup kulit.
Kompang
yang dimainkan terdiri atas beberapa ukuran. Masing-masing menghasilkan suara
berbeda. Untuk menambah variasi suara, pada beberapa kompang diberi semacam
simbal kecil yang terbuat dari bahan kuningan.
Kesenian
bernapaskan Islam ini dikenalkan di Kampung Tengah, Kota Seberang, Jambi, pada
1940-an. Pada masa awal perkembangannya, Kompangan dibawakan oleh Kelompok
Sembilan.
Itu
sebabnya, awalnya Kompangan dikenal dengan nama Sambilan. Sambilan sendiri
merupakan singkatan dari nama-nama pendirinya: Safaidin, Ahmad, Marzuki,
Burhanudin, Ibrohim, Jalil, Ahmad Jalil dan Nawawi.
Para
pemain mengenakan pakaian khas Melayu yang ditambahkan dengan lilitan kain
songket pada bagian pinggang sampai ke lutut. Pemimpin kelompok memakai lilitan
kain songket pada kepalanya berbentuk meruncing ke atas khas Melayu. Sedangkan
anggota kelompok biasanya menggunakan peci hitam.
Dengan iringan rebana yang dimainkan oleh 8 sampai 20 orang laki-laki, para pemain Kompangan Jambi melantunkan sholawat yang dinukil dari kitab Al-Barzanji. Lantunan sholawat dalam kompangan tersebut berisi ungkapan rasa syukur terhadap rahmat dan karunia Allah Sang Pencipta.
Awalnya
Kompangan hanya ditampilkan dalam prosesi arak-arakan pengantin pria menuju
kediaman pengantin perempuan. Kini kesenian ini juga ditampilkan dalam upacara
khitanan, cukur rambut anak, sampai upacara penyambutan tamu kehormatan.
Sejak
pertama kali berkembang di Jambi pada paruh pertama abad ke-20, kompangan Jambi
terus diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi, semakin berkembang
dan menjadi semakin populer.
Kesenian
ini telah menyebar luas ke seluruh kabupaten di Provinsi Jambi. Di antaranya,
Kabupaten Muaro Jambi, Merangin, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur,
dan Kabupaten Batanghari.
Kesenian
ini juga mulai dieksplorasi sebagai sumber garapan bagi musik kreasi. Karena
demikian digemari, Festival Kombangan Jambi digelar setiap setahun sekali.
13. Akordeon
Akordean
sebenarnya sudah umum kita kenal. Yaitu alat musik yang dimainkan dengan cara
di pompa dan menekan tuts pianonya.
Akordeon adalah alat musik sejenis organ. Akordeon ini
relatif kecil dan dimainkan dengan cara digantungkan di badan. Akordeon
ditemukan oleh C.F.L. Buschmann dari Berlin, Jerman.
Cara memainkan: Pemusik memainkan tombol-tombol
akor dengan jari-jari tangan kiri, sedangkan jari-jari tangan kanannya
memainkan melodi lagu yang dibawakan, tetapi pemain yang sudah terlatih dapat
berganti-ganti tangan.
Pada saat dimainkan akordeon didorong dan ditarik untuk
menggerakkan udara di dalamnya. Pergerakan udara ini disalurkan ke lidah-lidah
akordeon sehingga timbul bunyi.
Akordeon / Akordean merupakan salah satu Nama
alat musik yang banyak dimainkan di Provinsi Jambi sebagai
pengiring musik tradisional.
14. Tetawak
Dalam buku Mengenal Seni dan Budaya Indonesia (2012) oleh R.
Rizky dan T. Wibisono, dijelaskan bahwa tetawak termasuk alat musik Jambi
berbentuk mirip gong.
Bahan pembuatnya juga dari perunggu, tetapi lebih kecil. Diameter tetawak ini sekitar 35-40 cm. Cara memukul dan
bunyinya seperti gong. Dahulunya, tetawak dipakai untuk memberi tanda ketika
ada bahaya.
15. Kalinong
Musik Kalinong merupakan salah satu keragaman kesenian musik tradisi yang alat musiknya menggunakan bahan baku yang terbuat dari perunggu. Musik Kalinong ini tumbuh dan berkembang di Dusun Rumah Tuo, Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.
Alat
musik yang digunakan, yaitu Kelintang Perunggu yang berjumlah lima buah. Bentuk
permainannya dalam mengiringi lagu, Kelintang Perunggu didampingi dengan
gendang yang sekaligus memberikan warna pada Musik Kalinong tersebut.
Lagu yang dilantunkan biasanya adalah lagu Ibrahim Nalo, Bercerai Kasih, dan Rayuan Tabir. Kelintang Perunggu tergolong alat musik Idiophone yang dimainkan dengan cara dipukul menggunakan sepasang kayu (stik).
Kelintang Perunggu memiliki bentuk fisik hampir mirip seperti bonang pada perangkat gamelan, tetapi Kelintang Perunggu berbentuk lebih ceper dan tipis. Kelintang Perunggu berjumlah 5 buah yang dari setiap satuannya memiliki nada yang berbeda-beda.
Keunikan musik ini adalah pada notasi dan irama dimainkan, yang penggunaannya hanya untuk mengiringi lagu-lagu tertentu saja. Jika dilihat dari sudut pandang usia sebuah kebudayaan, keunikan yang dimilikinya memberi tempat khusus sebagai sebuah warisan budaya tak benda khas Jambi.
Musik Kalinong digunakan sebagai sebuah hiburan bagi para petani yang hendak berladang (umo), yang dimainkan sebagai tanda dimulainya musim tanam. Pada banyak kesempatan, Musik Kalinong ternyata juga digunakan sebagai musik penyambutan tamu, dan upacara-upacara adat.
Referensi :
https://www.detik.com/sumbagsel/budaya/d-6877352/9-nama-alat-musik-jambi-dan-penjelasannya
https://pariwisataindonesia.id/ragam/alat-musik-multifungsi-dari-jambi/
https://www.lihatjambi.com/budaya/57410271694/lihat-cangor-salah-satu-alat-musik-tradisional-jambi
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/nada-nada-purba-alam-raya-pada-kelintang-kayu-2/
https://budaya-indonesia.org/Rebana-Sike-1/
https://1001indonesia.net/kompangan-kesenian-hadrah-dari-jambi/
https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=327
No comments:
Post a Comment