Alat musik tradisional adalah sebuah instrumen musik atau alat musik yang menjadi ciri khas suatu daerah yang diwariskan secara turun-temurun. Alat musik tradisional diciptakan di daerah tertentu sehingga nama, bentuk, serta ciri alat musik setiap wilayah berbeda dengan wilayah lainnya.
Meski ada beberapa alat musik yang bentuknya terlihat mirip, perbedaan akan
selalu ada. Bisa itu dari namanya, cara memainkan, maupun fungsinya. Dirangkum
dari berbagai sumber, berikut daftar alat musik tradisional Aceh.
1. Arbab
Arbab
adalah salah satu jenis alat musik jenis gesek tradisional yang berasal dari
wilayah Aceh. Instrumen yang satu ini terdiri dari dua bagian yang utama, yakni
jenis instrumen induk yang dinamakan Arbab, serta dari bagian penggeseknya yang
diberi nama Go Arbab.
Arbab
juga tergolong ke dalam alat musik yang memiliki golongan kordofon atau artinya
instrumen yang segala sumber bunyinya berasal dari bagian yang disebut dengan
sebutan dawai.
Musik
Arbab juga tercatat berkembang di wilayah sekitaran Pidie, Aceh Besar serta
beberapa wilayah di Aceh bagian Barat.
Material
Serta
Struktur Arbab
Arbab
( atau yang disebut dengan instrument induk) tersusun dari beberapa bahan yang
utama, yakni tempurung kelapa keras, kulit kambing yang bagus, serta kayu, juga
serat dawai.
Sementara
busur atau bagian penggeseknya sendiri berasal dari jenis bahan kayu atau dari
bahan rotan serta juga berasal dari serat tumbuhan. Struktur Arbab itu sendiri
sangat mirip dengan alat musik
seperti biola, di mana tempurung yang berasal dari batok kelapa berperan
sebagai tabung yang bertugas untuk menggemakan suara, sementara ada dua buah
dawai (waja/tembaga atau kuningan) merentang dan melintasi tempurung kelapa
tersebut.
Dawai
tersebutlah yang nantinya akan bergetar serta dapat mengeluarkan bunyi ketika
digesek dengan go arbab. Juga sama seperti alat musik biola atau juga gitar,
baut kayu (2 buah) yang terpasang di bagian ujung gagang dapat meregang- serta
ulurkan dawai tersebut.
Fungsi
Serta Tradisi Arbab
Alat
musik Arbab di zaman nya umumnya dimainkan dengan tujuan untuk mengiringi
lagu-lagu tradisional wilayah setempat, bersama dengan alat musik Geundrang/Rapai serta
sejumlah alat musik trandisional yang lainnya.
Di
mana alat musik
Arbab berperan sebagai media instrumen utama yang bertujuan pembawa lagu. Dalam
tradisinya, musik Arbab dapat dimainkan pada acara-acara keramaian rakyat
tradisional, seperti hiburan rakyat serta pada kegiatan pasar malam.
Musik
Arbab sendiri disajikan ke tengah penontonnya oleh dua kelompok pemusik, yakni
pemusik serta kelompok penyanyi. Kelompok penyanyi itu sendiri terdiri dari dua
orang lelaki, salah seorang di antara nya memerankan sebagai tokoh wanita,
lengkap dengan mengenakan busana serta dAndanan seperti wanita umumnya.
Penyanyi
yang bertugas memerankan perempuan tersebut dikenal dengan panggilan Fatimah
Abi oleh rakyat setempat. Pada mulanya, mereka
membawakan lagu-lagu yang berjenis hikayat dan juga beberapa lagu-lagu yang
mengandung muatan humor ringan.
Di
antara lagu-lagu hikayat tersebut, yang pernah dibawakan dalam pertunjukan
kesenian musik Arbab, tercatat salah satunya adalah lagu yang berjudul Hikayat
Indra Bangsawan.
Beberapa
literature juga menuturkan bahwa alat musik Arbab juga hidup dan berkembang di
daerah sekitaran Pidie, Aceh Besar serta Aceh Barat.
2. Bangsi
Alas
Alat
musik tradisional Aceh yang bernama Bangsi Alas adalah merupakan
instrumen tiup dari bambu yang dijumpai banyak dijumpai di daerah Alas,
Kabupeten Aceh Tenggara.
Secara tradisional pembuatan Bangsi dikaitkan dengan mistik, yaitu ketika ada orang meninggal dunia di kampung/desa tempat Bangsi dibuat. Apabila diketahui ada seorang meninggal dunia, Bangsi yang telah siap dibuat sengaja dihanyutkan disungai.
Setelah diikuti terus sampai Bangsi tersebut diambil oleh anak-anak, kemudian Bangsi yang telah di ambil anak-anak tadi dirampas lagi oleh pembuatnya dari tangan anak-anak yang mengambilnya.Bangsi
inilah nantinya yang akan dipakai sebagai Bangsi yang merdu
suaranya. Sangat sedikit informasi tentang alat musik Bangsi Alas ini, mungkin
keberadaannya sudah langka di zaman sekarang ini.
3. Canang Kayu
Canang
merupakan salah satu alat musik tradisional yang banyak dimainkan masyarakat
Gayo di Aceh Tengah dan juga Bener Meriah. Keberadaan canang kayu di dataran
tinggi Gayo tidak ada yang mengetahui kapan mulai muncul.
Ada
yang berpendapat bahwa canang merupakan hadiah dari sebuah kerajaan di Jawa
pada kerajaan Linge. Ada juga yang berpendapat bahwa canang mulai masuk ketika
orang Jawa bermigrasi di Dataran Tinggi Gayo yang membawa alat musiknya.
Biasanya
dimainkan setelah menyelesaikan pekerjaan di sawah ataupun pengisi waktu
senggang. Canang khas Aceh ini sangatlah berbeda.
Canang
yang terbuat dari kayu cuping-cuping ini biasanya disajikan sewaktu adanya
pesta perkawinan serta acara penerimaan tamu terhormat yang berkunjung ke
daerah mereka.
4. Geundrang
Geundrang merupakan
alat musik tradisional yang berasal dari Aceh, lazim dijumpai di daerah Aceh
Besar, Pidie, dan Aceh
Utara. Alat musik ini berbentuk silinder dengan panjang 40-50
sentimeter dan diameter 18-20 sentimeter.
Alat
musik ini dapat terdengar dari kejauhan 3-4 kilometer. Dalam musik tradisional
Aceh, geundrang berfungsi sebagai alat pelengkap tempo.
Cara Membuat
Geundrang
Lubangi
potongan kayu nangka berbentuk silinder sesuai dengan ukuran geundrang kemudian
ciptakan rongga yang menembus pada kedua ujungnya.
Pada
kedua ujung pangkal kayu, dibentuk sedemikian rupa sehingga diameternya lebih
pendek dari bagian tengahnya. Pada kulit yang sebelumnya telah terpasang
kerangka rotan, tempatkan masing-masing pangkal geundrang.
Tali
kulit berperan sebagai pengikat antara kulit dan kayu geundrang. Selanjutnya
tongkat pemukul geundrang dibuat dari kayu sepanjang 40 sentimeter.
Cara
Memainkan Geundrang
Geundrang
tidak memiliki tangga nada sehingga warna suara tergantung pada kencangnya
tarikan kulit. Alat musik ini dapat dimainkan dengan duduk bersila, berdiri,
atau disAndang.
Geundrang
dipukul dengan stik pada tangan kanan. Stik dipukul dengan ujungnya yang
bengkok sehingga menghasilkan nada tajam singkat. Untuk menghasilkan suara
sedang, gunakan bagian samping atau pinggir.
Untuk
menghasilkan suara bass, pukul bagian kiri geundrang dengan menggunakan
tangan kosong. Suara gemerincing dihasilkan dengan bantuan pukulan pada bagian
geundrang yang disematkan kerincing.
5. Serune
Kalee
Provinsi Aceh memiliki
beberapa alat musik tradisional, salah satunya Serune Kalee. Serune Kalee merupakan jenis
alat musik tiup yang telah lama berkembang dan digunakan oleh masyarakat Aceh.
Surya
Rahman dalam modul berjudul Teknik Instrumen Tiup (2019) menyebut bahwa sejarah
alat musik serune kalee tak lepas dari namanya.
Nama Serune
Kalee berasal dari istilah “serune” yang berarti alat musik
tradisional Aceh, serta “kalee” yang merujuk pada daerah Kale di kabupaten Aceh
Besar.
Keunikan
alat musik tradisional ini membuatnya masuk ke dalam salah satu warisan budaya
tak benda dari Provinsi Aceh.
Bentuk
Serune Kalee
Alat
musik tradisional Serune Kalee terbuat dari kombinasi bahan kayu,
kuningan dan tembaga. Bentuk
pangkal di bagian peniupnya ramping dan semakin melebar seperti corong di
bagian ujungnya.
Bentuk
ini tak hanya membuatnya unik, namun bisa menciptakan ruang resonansi yang
cukup. Karena cara
memainkan Serune Kalee adalah dengan cara ditiup, maka terdapat tujuh
lubang pada tubuh alat musik ini untuk mengatur nada.
Pada
tubuh Serune Kalee juga diberi hiasan dengan berbagai ukiran dan hiasan kayu
dari kuningan atau tembaga. Adanya lapis
kuningan dan ikatan dari tembaga yang disebut klah (ring) tah cuma jadi hiasan
saja, tapi juga berfungsi sebagai pengamanan dari kemungkinan retak/pecah badan
ketika dimainkan.
Warna
dasar alat musik ini ada yang masih asli dengan warna kayu, atau diberi cat
dengan warna hitam yang membuat tampilan alat musik ini semakin menarik.
Fungsi
Serune Kalee
Orang-orang
mengenai Serune Kalee sebagai alat musik yang dimainkan bersama dengan Rapai
dan Gendang pada acara-acara hiburan, tarian, penyambutan tamu kehormatan.
Pemain
Serune Kalee terdiri dari satu orang peniup serune, satu orang pemukul gendang
dan tiga orang pemukul rapai, yang semuanya mengenakan pakaian adat Aceh.
Beberapa daerah yang kerap menggunakan Serune Kalee sebagai alat musik tradisional adalah di daerah Pidie, Aceh Utara, Aceh Besar dan Aceh Barat.
6. Taktok
Trieng
Taktok
Trieng sejenis alat pukul yang terbuat dari bambu. Alat ini dijumpai di daerah
Kabupaten Pidie, Aceh Besar dan beberapa kabupaten lainnya.
Taktok Trieng dikenal ada 2 jenis: satu
dipergunakan di Meunasah (langgar-langgar), dibalai-balai pertemuan dan di
tempat-tempat lain yang dipAndang wajar untuk diletakkan alat ini.
Dan
jenis yang dipergunakan di sawah-sawah berfungsi untuk mengusir burung ataupun
serangga lain yang mengancam tanaman padi. Jenis ini biasanya diletakkan di
tengah sawah dan dihubungkan dengan tali sampai ke dangau (gubuk tempat
menunggu padi di sawah).
7. Rapai
Rapa'i adalah
sebuah alat
musik pukul yang berasal dari Aceh. Menurut kepercayaan masyarakat Aceh, alat musik ini
diciptakan oleh Syekh Ahmad bin Rifa'i yang merupakan pendiri tarikat
Rifa'iyyah.
Rapai
merupakan alat musik tradisional Aceh yang ditabuh menggunakan tangan kosong,
tidak menggunakan stik. Rapai biasanya berperan untuk mengatur ritme, tempo,
gemerincing saat lantunan syair-syair bernuansa Islami sedang dinyanyikan.
Suara
rapai juga membuat suasana lebih hidup, semarak dan bisa menumbuhkan semangat
penonton yang sedang menyaksikan suatu pertunjukan. Rapai ini juga digunakan
hampir semua seni tarik suara tradisional di Aceh.
Sejarah Rapai
Sejarah
rapa'i ini tidak terlepas dari peradaban masuknya Islam di Aceh. Karena rapai
ini diperkenalkan oleh seorang ulama besar dari Baghdad yang menyebarkan Islam
ke Aceh.
Dalam
beberapa catatan sejarah, rapai yang kemudian menjadi alat musik tradisional
Aceh diperkenalkan oleh Syech Rapi atau ada juga yang menyebutkannya dengan
Syech Rifa'i.
Rapai
sudah berabad abad menjadi alat musik tradisional Aceh. Rapai merupakan
instrumen musik yang dimainkan dengan cara dipukul. Pertama kali dimainkan alat musik di Ibukota Kerajaan Aceh pada abad ke-11 yaitu di BAnda Khalifah.
BAnda
Khalifah itu sekarang lebih dikenal dengan sebutan Gampong Pande, Kota BAnda
Aceh. Di Gampong Pande ini juga ada banyak peninggalan-peninggalan masa
kerajaan dulu yang masih tersimpan dan terawat dengan baik hingga sekarang.
Jenis Rapai
Rapai
ini terbuat dari kulit sapi atau kambing, kemudian ditempel di
kayu pilihan yang sudah dibentuk bundar, sedangkan untuk melekatkan kulit
tersebut biasanya diberikan lempengan dari logam.
Namun
rapai diberikan nama bermacam di antaranya, perbedaan itu karena ukuran dan
kreasi cara memainkannya. Ada
7 jenis rape kemudian dikenal
di Aceh hingga sekarang :
a. Rapai Daboh
Rapai
Daboh merupakan sebuah seni tari yang muncul pada abad 19, sering dimainkan
pada acara adat masyarakat Aceh, akhirnya rapai daboh mulai populer. Daboh berasal dari bahasa
Arab yaitu Dabbus yang diartikan dengan senjata dan besi runcing.
Dalam
permainan rapai daboh mengutamakan kekompakan, tabuhan rapai harus dilakukan
secara serempak oleh sejumlah orang, sementara itu satu orang yang punya
keahlian khusus maju ke tengah panggung acara membacakan doa dan mulai
melakukan atraksi.
Atraksi
yang biasa dilakukan sering bersifat menampakkan kekebalannya. Orang yang
memiliki ilmu kebal dalam rapai daboh dinamakan khalifah, khalifah dalam rapai
daboh menusuk-nusuk tubuhnya dengan benda tajam diiringi dengan tabuhan rapai
yang dimainkan oleh para penabuh yang telah duduk beriringan.
Biasanya
benda tajam yang ditusuk ke badan khalifah sering bengkok ataupun patah. Sering
juga, para ahli yang memiliki ilmu kebal ini menampakkan keahliannya dengan cara
mengantukkan batu ke kepalanya.
Hebatnya
tidak ada satu luka yang mendera tubuh sang khalifah, bahkan jika ada luka sang
khalifah juga bisa langsung menyembuhkan dengan cara diusap di tempat terluka.
Namun
dalam memainkan rapai daboh tentu tidak boleh disertai dengan rasa angkuh dan
sombong atas ilmu yang dimiliki, jika memiliki kesombongan dalam memainkan
rapai sering berakibat fatal.
b. Rapai Pasee (Rapai Gantung)
Dalam
memainkan Rapai Pasee biasanya melibatkan 30 orang untuk jumlah pemain yang
terbilang paling banyak dan 15 orang untuk jumlah sedang. Biasanya dalam memainkan
Rapai Pasee diiringi dengan nyanyian yang berbau keagamaan dan nasehat.
Dalam
menarikan rapai pase biasanya menggunakan rapai yang berukuran pada umumnya,
hanya saja rapai tersebut digantung.
c. Rapai Pulot
Pertunjukkan
Rapai Pulot berbeda dengan pertunjukkan rapai lainnya, biasanya para pemain
akan mengawali penampilan mereka dengan membawakan beberapa lagu dan diiringi
dengan permainan akrobatik.
Seperti
memainkan rapai pada umumnya, memainkan rapai secara berkelompok juga
mengutamakan kekompakan dari para pemain. Keunikan pertunjukkan rapai
pulot terletak pada adanya atraksi konfigurasi gerakan berlapis yang dilakukan
penabuh.
d. Rapai Kisah
Seperti
pada permainan rapai pada umumnya yang mengutamakan kekompakan dan dipimpin
oleh seorang pemimpin yang mengiringi tabuhan rapai dengan lagu.
Pertunjukan
rapai kisah juga sama. Hanya saja, dalam
pertunjukan rapai kisah, lagu-lagu yang dibawakan sesuai dengan pesanan pemilik
rumah atau pihak yang meminta satu tim rapai untuk membuat pertunjukan di
sebuah kampung.
e. Rapai Geurimpheng
Seni
rapai geurimpheng biasanya dimainkan oleh 12 orang, 8 orang berfungsi sebagai
penabuh sedangkan 4 orang berfungsi sebagai syeh, bak, canang dan pangkhep.
Mengawali
pertunjukan para penabuh akan mengangkat tangan kepada para penonton dan
diiringi dengan salam.
Biasanya
lagu yang dibawakan dalam pertunjukkan rapai geurimpheng jiga berbau agamis dan
dilarang menyanyikan lagu yang berbau pelecehan dan menimbulkan perpecahan.
f. Rapai Anak
Rapai
ukuran sedikit lebih kecil berfungsi untuk mengadakan tingkahan, karena suara
lebih nyaring dan mendenting.
g. Rapai Tuha
Rapai
ini dimaikan oleh warga di Beutonng Ateuh Banggang, Nagan Raya, sambil
berzikir. Biasanya dilakukan pada saat orang meninggal
8. Tambo
Tambo
adalah salah satu alat musik tradisional Aceh yang dipukul menggunakan alat
pemukul yang dibuat sepasang.
Mungkin
saat pertama kali mendengar jenis musik ini Anda berfikiran bahwa ukurannya
mungkin seperti gitar atau alat musik biasanya, jangan salah Tambo berukuran
cukup besar untuk dibawa oleh 1 orang.
Pada
masa-masanya tambo dimanfaatkan untuk tujuan mengumpulkan masyarakat untuk
membahas atau sekedar bermusyawarah di tempat tertentu.
Biasanya Tambo diletakkan di Meunasah yang jika nantinya ada keperluan mendadak mereka bisa langsung memanggil warga.
Dalam pembukaan sebuah acara yakni Pekan Nasional Kontak Tani Nelayan Andalan (Penas KTNA) yang dibuka oleh Bapak Presiden Joko Widodo di Banda Aceh juga menggunakan Tambo sebagai alat pembukanya.Penggunaan
tambo sekarang sudah semakin jarang karena teknologi microphone yang canggih. Perkembangan dan penggunaan
alat modern memang semakin membantu kinerja manusia dan membuat pekerjaan
menjadi lebih efisien dan menghemat waktu serta tenaga.
Tetapi
dilain waktu kita juga harus tetap melestarikan kebudayaan yang ada, sehingga
penerus bangsa kita tetap mengetahui jati diri bangsanya.
9. Bereguh
Bereguh merupakan
sebuah instrumen musik. Alat musik ini terbuat dari
tanduk hewan kerbau. Pada
kenyataannya, alat musik ini dipakai hanya untuk alat komunikasi. Biasanya digunakan oleh dua
atau banyak orang yang terpisah pada jarak yang cukup jauh.
Ketika
bereguh ditiup, maka orang lain yang mendengarnya bisa memprediksi keberadaan
serta jarak dari orang yang mengeluarkan suara dari bereguh tadi. Bereguh biasanya ditiup pada ujungnya yang runcing dan
melengkung.
Rentang
nada yang mampu dikeluarkan bereguh ini, pada dasarnya masih terbatas. Panjang
pendek, keras pelan, dan bagus tidaknya suara yang keluar bergantung pada orang
yang menggunakannya bukan bereguhnya.
Kadang
juga digunakan oleh seseorang yang hendak mencari bantuan. Tentu saja,
nada yang dikeluarkan memiliki nada yang bervariasi. Mana nada untuk menunjukkan seseorang sedang tersesat,
seseorang sedang kesakitan, dan lainnya.
Suara ini hanya dipahami oleh orang Aceh zaman dahulu.
Mungkin sekarang tradisi ini sudah hampir punah. Masyarakat
zaman sekarang, hanya akan memanfaatkan bereguh sebagai barang hiasan layaknya
benda tidak berguna. Produksinya pun juga semakin terbatas.
10. Calempong
Calempong
adalah salah satu alat musik tradisi asli dari Aceh. Cara kerjanya sangat mirip
dengan Saron. Namun celempong terbuat dari kayu serta tidak disusun dengan
paten di dalam satu kerangka.
Namun,
calempong dipisah tiap lembar demi lembar. Hanya saja disusun ketika akan
dimainkan, tepatnya yaitu di atas pangkuan. Celempong
sendiri terbuat dari beberapa potongan kayu berbentuk lembaran, jumlahnya
antara 5 sampai dengan 7.
Biasanya
para pengrajin memakai kayu tampu atau juga bisa menggunakan kayu senguyung. Kenapa kayu tampu atau
senguyung? Alasannya karena kayu jenis ini
mempunyai sifat tekstur ringan akan tetapi keras.
Bagian
atas, potongan kayunya berbentuk cembung. Bagian bawahnya ditoreh hingga
terbentuk sebuah ceruk. Tujuannya
adalah sebagai cara untuk mengoptimalkan bunyi yang ingin dihasilkan alat ini.
Biasanya,
pemain celempong akan duduk lebih
dahulu. Kemudian
menjulurkan kedua kakunya lurus ke arah depan. Selanjutnya menyusun potongan –
potongan kayu yang telah disiapkan sebelumnya.
Potongan
kayu akan diletakkan mulai dari paha sampai dengan ujung kaki.
Penyusunannya
dimulai dari kayu paling besar hingga paling kecil. Sementara untuk jarak kaki
kanan dengan kiri bisa disesuaikan sesuai kebutuhan dan keinginan.
Ketika
potongan kayu tadi sudah selesai disusun, maka celempong sudah siap untuk
dimainkan. Ada
banyak jenis musik yang bisa diiringi menggunakan alat
music celempong.
Musik
– musik tersebut di antaranya adalah : Buka Pintu, Cak
Siti, Kuda Lodeng, Nyengok Bubu dan juga Cico Mandi. Celempong juga dimainkan untuk
menemani tari Inai.
Umumnya, celempong dimainkan oleh para kaum hawa, terutama mereka yang masih
muda. Karena
akibat era globalisasi yang kian melAnda, celempong sudah sangat jarang
dimainkan.
Bahkan,
wanita muda daerah asli Aceh mayoritas tidak bisa memainkannya. Berdasarkan sumber buku
Ensiklopedia, alat musik ini sudah ada dsejak 100 tahun yang lalu dan dimainkan
di daerah Tamiang.
Referensi
:
https://rositadevi04.it.student.pens.ac.id/musik.html
https://infobudayaindonesia.com/sejarah-perkembangan-alat-musik-arbab/
https://mediaaceh.co/2017/03/04/mengenal-jenis-alat-musik-rapai-aceh/
https://id.wikipedia.org/wiki/Geundrang
http://wadaya.rey1024.com/budaya/detail/tambo-1
https://id.wikipedia.org/wiki/Rapai
https://macamalatmusik.blogspot.com/2017/09/bereguh-alat-musik-tradisional-khas-aceh.html
https://macamalatmusik.blogspot.com/2017/09/celempong-alat-musik-tradisional-khas.html
https://macamalatmusik.blogspot.com/2017/09/taktok-trieng-alat-musik-tradisional.html
https://macamalatmusik.blogspot.com/2017/09/tambo-alat-musik-tradisional-khas-aceh.html
No comments:
Post a Comment