6 (Enam) Jenis Pakaian Adat Kalimantan Tengah

pakaian adat kalimantan tengah
Beratus tahun lalu masyarakat Dayak membuat pakaian dengan bahan dasar kulit kayu yang disebut kulit nyamu.
Kulit kayu dari pohon keras ini ditempa dengan pemukul semacam palu kayu hingga menjadi lemas seperti kain.
Setelah dianggap halus, "kain dari kulit kayu" itu dipotong untuk dibuat baju dan celana.
Bajuadat suku Dayak Ngaju, Kalimantan Tengah berupa rompi tanpa hiasan apa pun yang disebut sangkarut.
Celana adalah cawat yang ketika dikenakan, bagian depannya ditutup lembaran kain nyamu berbentuk persegi panjang, yang disebut ewah.
 Pakaian itu berwarna coklat muda, warna asli kayu, tidak diberi hiasan, tidak pula diwarnai hingga kesannya sangat alamiah.
Dalam perkembangannya, baju kulit kayu dilengkapi aksesori ikat kepala (salutup hatue untuk kaum laki-laki dan salutup bawi untuk kaum perempuan), giwang (suwang), kalung, gelang, rajah (tato) pada bagian-bagian tertentu, yang bahannya juga dipungut dari alam sekitar.
Biji-bijian, kulit kerang, gigi dan taring binatang dirangkai menjadi kalung.
Gelang dibuat dari tulang binatang buruan, giwang dari kayu keras, dan berbagai akseroris lainnya yang mendaurulangkan limbah keseharian mereka.
Kesederhanaan pakaian kulit kayu itu pun memancarkan esensi keindahan karena tambahan warna warni flora dan fauna yang ditambahkan sebagai pelengkap pakaiannya.
Setelah itu, masyarakat Dayak Ngaju pun mulai membubuhkan warna dan corak hias pada pakaian mereka.
Bahan pakaian itu secara kreatif diolah dari bahan yang tersedia di alam sekitar mereka. Misalnya warna hitam dari jelaga, warna puitih dari tanah putih dicampur air, warna kuning dari kunyit, warna merah dari buah rotan.
Corak hias yang digambarkan pada paakaian mereka juga diilhami oleh apa yang mereka lihat di alam sekitar mereka.
Maka tampillah stilasi bentuk flora dan fauna, bunga, dedaunan, akar pohon, burung, cakar harimau dan sebagainya menjadi corak hias pakaian adat.
Keyakinan dan alam mitologi juga memberi inspirasi pada penciptaan ragam corak hias pakaian adat
Sehingga gambar-bambar itu, selain tampil artistik juga punya makna simbolik.
Kelengkapan pakaian tradisional yang dikenakan oleh kaum pria dalam adat Dayak Ngaju yaitu :
1)   Rompi
2)   Kain penutup bagian bawah sebatas lutut
3)   Ikat kepala berhiaskan bulu-bulu enggang
4)   Kalung manik-manik dan ikat pinggang
5)   Tameng kayu beserta mandau dibagian pinggang.
Sementara kelengkapan yang dikenakan oleh kaum wanita yaitu :
1)   Baju rompi
2)   Kain (rok pendek)
3)   Ikat atau penutup kepala yang dihiasi bulu-bulu enggang
4)   Kalung manik-manik
5)   Ikat pinggang serta gelang tangan.

A.  Jenis-Jenis Pakaian Adat Kalimantan Tengah
Suku Dayak Ngaju adalah suku mayoritas di Provinsi Kalimantan Tengah (46,62).
Suku Dayak Ngaju memang dikenal sebagai suku asli dari provinsi ini.
Oleh karena itu di setiap kebudayaan dari suku Dayak Ngaju dianggap sebagai perwakilan masyarakat Provinsi Kalimantan Tengah.
Termasuk dalam penentuan pakaian adat, dimana pakaian adat Kalimantan Tengah diambil dari pakaian suku Dayak Ngaju.
Adapun pakaian adat Kalimantan Tengah sebagai berikut :
1.   Baju Sangkarut
Nama pakaian adat suku Dayak Ngaju yang diresmikan sebagai pakaian adat Provinsi Kalimantan Tengah adalah baju sangkarut.
Baju sangkarut merupakan pakaian rompi yang selalu dipakai ketika berperang atau pada saat upacara adat pernikahan.
baju sangkarut
Kata sangka dalam pakaian adat ini artinya adalah pembatas
Dan mempunyai filosofi bahwa baju ini bisa membatasi dan menangkal setiap gangguan para roh halus yang akan datang pada tubuh para pemakainya.
Baju sangkarut ini terbuat dari kulit nyamu atau kulit lemba.
Kulit yang berasal dari tumbuhan pinang puyuh ini memang banyak ditemukan di ekosistem hutan hujan tropis seperti halnya di hutan Kalimantan.
Kulit nyamu mempunyai struktur yang keras dan seratnya yang cukup banyak sehingga bisa dirajut dan dibentuk seperti rompi.
Selain menggunakan bahan tersebut, pakaian adat Provinsi Kalimantan Tengah ini juga bisa terbuat dari bahan daun nenas dan serat tengang. 
Rompi sangkarut biasanya akan dihiasi dengan lukisan dari cat alami atau dari berbagai macam hiasan, seperti tempelan kulit trenggiling, kancing, uang logam, kancing, manik-manik, atau benda-benda lainnya yang dipercaya memiliki kekuatan magis (azimat). 
Rompi sangkarut akan dipakai bersama dengan bawahan berupa cawat dan berbagai macam kelengkapan perang lainnya, seperti senjata tradisional mandau, tombak, dan perisai.
Berbagai macam jenis kalung dari tulang hewan atau logam juga dipakai oleh pemakai pakaian adat Provinsi Kalimantan Tengah ini.
Keberadaan rompi sangkarut sekarang ini sudah semakin sedikit.
Masyarakat suku dayak ngaju yang mulai mengenal ilmu tekstil sudah beralih ke jenis pakaian lainnya yang lebih nyaman dipakai.

2.   Baju Upak Nyamu
Baju ini adalah baju yang dibuat dari bahan yang sama dengan bahan pembuatan rompi sangkarut, yaitu dari kulit kayu nyamu.
baju upak nyamu
Pemakainya juga akan memakai ewah atau cawat yang menutupi bagian kemaluannya.
Yang membedakan, baju nyamu ini adalah tidak dihiasi dengan berbagai lukisan atau tempelan. Baju ini hanya berupa rompi polos tanpa lengan.

3.   Baju Pawang
Sesuai dengan namanya, baju pawang ini hanya dipakai oleh para dukun atau ulama di dalam kepercayaan Kaharingan ketika memanjatkan doa.
baju pawang
Dalam kepercayaan asli suku Dayak tersebut, sang dukun dipercaya bisa membantu melindungi diri dari roh jahat, mendatangkan hujan, dan mengobati orang sakit.
Baju pawang ini dibuat dari serat kayu serta dilengkapi dengan umbai-umbaian atau manik-manik yang berfungsi sebagai penghias.

4.   Baju Tenunan
Masuknya beberapa suku bangsa lain, seperti halnya suku Mandar atau Melayu membuat masyarakat suku dayak di Provinsi Kalimantan Tengah di masa lampau mengenal seni menenun. 
baju tenunan
Mereka mulai belajar menenun kain yang terbuat dari bahan serat alami seperti serat nyamu, serat nenas, dan serat tumbuhan lainnya.
Kain tenunan ini biasanya dilengkapi dengan motif-motif khusus yang sangat unik, seperti motif flora, fauna, motif alam, motif segitiga, dan lain sebagainya.
Namun, baju tenunan tersebut saat ini telah punah.

5.   Baju Dari Anyaman Tikar
Ada juga jenis baju yang terbuat dari anyaman tikar.
baju anyaman tikar

Baju yang tidak diketahui namanya ini dibuat dengan cara menganyam tikar, lengkap dihiasi berbagai ukiran kayu, tulang, atau kerang.
Baju ini dipercaya sebagai baju khas dalam berperang.

6.   Baju Berantai
Penelitian terbaru menemukan bahwa suku Dayak Ngaju di dalam perkembangannya juga mengenal baju zirah.
baju berantai
Baju khusus digunakan untuk berperang ini terbuat dari untaian besi.
Diperkirakan, adanya baju satu ini dikarenakan oleh pengaruh kebudayaan luar
Terutama dari kebudayaan suku Moro Filiphina.

B.  Perkembangan Pakaian Adat Kalimantan Tengah
Dalam kesehariannya suku Dayak Ngaju banyak memanfaatkan alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Hal ini dapat dilihat dari pemanfaatan kulit kayu siren atau kulit nyamu sebagai bahan pembuatan pakaian.
Kulit kayu yang diperoleh dari pohon yang keras ini
Kemudian diproses dengan cara ditempa menggunakan alat pemukul berupa kayu sampai lemas menyerupai kain
Barulah setelah itu dipotong untuk membuat baju dan celana.
Busana suku Dayak Ngaju dibuat dengan model yang sangat sederhana yakni berupa rompi (sangkarut) tanpa hiasan apapun
Dan semata-mata hanya difungsikan untuk menutupi badan saja. Pemakaian rompi ini dipadukan dengan celana berupa cawat
Yang pada bagian depannya ditutup lembaran kain nyamu berbentuk persegi panjang yang diberi nama ewah.
Lambat laun masyarakat Dayak Ngaju mulai membubuhkan warna dan corak hias
Yang diilhami oleh keyakinan dan mitologi yang berkembang dimasyarakat untuk mempercantik busana mereka.
Pada perkembangannya masyarakat Dayak Ngaju mulai mengembangkan keterampilan menjalin serat alam
Yang konon diperkenalkan oleh orang-orang Bugis.
Kulit kayu yang mulanya diolah dengan cara ditempa
Kini dikembangkan menjadi serat halus
Yang diproses dengan cara dicelup mengunakan bahan pewarna alam
Sehingga terciptalah benang yang beraneka warna.
Suku Dayak Ngaju pun lalu menciptakan alat penjalin untuk “merangkai” serat demi serat
Menjadi bentangan kain sebagai bahan dasar pembuatan busana untuk baju, celana, ikat kepala, dan kelengkapan lainnya.
Tidak hanya terbatas pada kulit kayu saja mereka kemudian melirik rotan, jenis rerumputan, akar tumbuhan untuk diolah menjadi benang
Sehingga “kain” yang dihasilkan menjadi sangat beragam.
Temuan-temuan baru tersebut kemudian dikembangkan lagi secara kreatif
Oleh para perancang busana masyarakat Dayak Ngaju
Sehingga terciptalah busana-busana indah
Yang memadukan kulit kayu, jalinan serat alam, serta aplikasi manik-manik dari logam, keramik dan arguci
Yang diperkenalkan oleh orang Cina dan India
Sebagai pelengkap aksessories yang sebelumnya telah dibuat masyarakat Ngaju dari biji-bijian, kayu, dan tulang.
Dari penggunaan kulit kayu, dan serat alam
Kemudian berkembanglah kain tenun halus dikalangan masyarakat Dayak Ngaju.
Kain tenun halus terlahir dari kreatifitas penenun masyarakat Ngaju
Yang banyak mendapat pengaruh dari para pedagang Gujarat dan India Yang datang ke Nusantara dengan membawa serta kain-kain tenun halus dari serat kapas atau sutra sebagai barang dagangan.
Hampir seluruh pakaian adat tradisional suku Ngaju yang beredar sekarang ini
Dibuat dari kain tenun halus serat kapas atau sutra
Dengan tetap mempertahankan corak hias
Dan modelnya yang tidak bergeser jauh dari bentuk asalnya.
Sampai saat ini pakaian adat suku Dayak Ngaju
Yang berasal dari pengembangan busana tradisonal masa lampau
Masih banyak dikenakan pada upacara sebagai busana pengantin, acara-acara adat, kostum tari-tarian.


No comments:

Post a Comment