Tari Gending Sriwijaya adalah tarian
yang berasal dari kebudayaan kerajaan Sriwijaya di masa silam.
Gending Sriwijaya merupakan salah satu tarian tradisional khas Palembang, Sumatera Selatan. Sebenarnya ini tidak hanya sekedar tarian tetapi juga merupakan sebuah lagu.
Gending Sriwijaya merupakan salah satu tarian tradisional khas Palembang, Sumatera Selatan. Sebenarnya ini tidak hanya sekedar tarian tetapi juga merupakan sebuah lagu.
Melodi
lagu Gending Sriwijaya digunakan sebagai pengiring untuk mengiringi tarian
Gending Sriwijaya.
Sesuai dengan namanya, tarian dan lagu ini menggambarkan kejayaan, keagungan, dan keluhuran kerajaan Sriwijaya yang pernah mengalami kejayaan selama bertahun-tahun dan berhasil mempersatukan wilayah Barat Nusantara.
Sesuai dengan namanya, tarian dan lagu ini menggambarkan kejayaan, keagungan, dan keluhuran kerajaan Sriwijaya yang pernah mengalami kejayaan selama bertahun-tahun dan berhasil mempersatukan wilayah Barat Nusantara.
Berikut
adalah lirik lagu Asli Gending Sriwijaya
Di kala ku merindukan keluhuran
dulu kala
Kutembangkan nyanyi dari lagu
Gending Sriwijaya
Dalam seni kunikmati lagi zaman
bahagia
Kuciptakan kembali dari kandungan
Maha Kala
Sriwijaya dengan Asrama Agung Sang
Maha Guru
Tutur sabda Dharma pala Khirti
Dharma Khirti
Berkumandang dari puncaknya Si
guntang Maha Meru
Menaburkan tuntunan suci Gautama
Buddha sakti
Tarian ini biasanya ditampilkan secara khusus sebagai tarian untuk menyambut tamu-tamu kehormatan seperti Duta Besar, Presiden, dan tamu-tamu agung yang lain.
Sekilas, tarian ini mirip dengan Tari Tanggai. Bedanya terletak pada perlengkapan busana penari dan jumlah penarinya.
Dalam
sebuah pementasan, penari Gending Sriwijaya total berjumlah 13 orang. Dari 13
orang tersebut terdapat satu orang sebagai penari utama.
Penari ini membawa tepak, kapur, dan sirih. Sisanya 6 orang sebagai penari pendamping, dua orang pembawa tombak, dua penari pembawa peridon atau perlengkapan tepak, satu orang pembawa payung, dan satu orang penyanyi.
Pembawa payung kebesaran dan pembawa tombak adalah pria sedangkan sisanya adalah perempuan.
Penari ini membawa tepak, kapur, dan sirih. Sisanya 6 orang sebagai penari pendamping, dua orang pembawa tombak, dua penari pembawa peridon atau perlengkapan tepak, satu orang pembawa payung, dan satu orang penyanyi.
Pembawa payung kebesaran dan pembawa tombak adalah pria sedangkan sisanya adalah perempuan.
Tari
Gending Sriwijaya dan juga lagu pengiring tarian ini dibuat pada tahun 1944.
Tarian ini dibuat untuk mengingatkan kita para pemuda bahwa nenek moyang kita merupakan bangsa yang besar dan menghormati persaudaraan antar manusia dan tetap taqwa kepada Yang Kuasa.
Tarian ini dibuat untuk mengingatkan kita para pemuda bahwa nenek moyang kita merupakan bangsa yang besar dan menghormati persaudaraan antar manusia dan tetap taqwa kepada Yang Kuasa.
Tarian
ini menggambarkan kegembiraan para gadis Palembang ketika menerima tamu
kehormatan yang berkunjung ke Palembang.
Dalam menyambut tamu-tamu agung tersebut, digelar pertunjukkan tarian tradisional Palembang yang salah satunya adalah tarian Gending Sriwijaya.
Dalam menyambut tamu-tamu agung tersebut, digelar pertunjukkan tarian tradisional Palembang yang salah satunya adalah tarian Gending Sriwijaya.
Tari
ini berasal dari kejayaan masa lalu Kerajaan Sriwijaya yang dulunya berdiri di
Palembang.
Dulu, kerajaan ini memang sebuah kerajaan maritim besar yang berhasil menakhlukan banyak wilayah.
Ditampilkannya tarian ini ingin menunjukkan sikap tuan rumah yang gembira, ramah, terbuka, dan tulus terhadap tamu agung yang datang.
Dulu, kerajaan ini memang sebuah kerajaan maritim besar yang berhasil menakhlukan banyak wilayah.
Ditampilkannya tarian ini ingin menunjukkan sikap tuan rumah yang gembira, ramah, terbuka, dan tulus terhadap tamu agung yang datang.
Dalam
pertunjukkan tarian Gending Sriwijaya, ada 9 penari muda yang cantik-cantik
menunjukkan kepiawaiannya.
Penari-penari tersebut mengenakan busana Adat Aesan Gede, Dodot, Tanggai, paksangkong, dan Selendang Mantri.
Mereka adalah penari inti yang didampingi oleh penari-penari lain yang membawakan tombak dan payung.
Penari-penari tersebut mengenakan busana Adat Aesan Gede, Dodot, Tanggai, paksangkong, dan Selendang Mantri.
Mereka adalah penari inti yang didampingi oleh penari-penari lain yang membawakan tombak dan payung.
Di
bagian paling belakang ada penyanyi yang membawakan lirik lagu Gending
Sriwijaya.
Sayangnya, peran penyanyi saat ini sudah mulai tidak digunakan. Saat ini suara pengiring tersebut kebanyakan telah digantikan dengan tepa recorder.
Sementara itu, bentuk asli musik pengiring tarian ini adalah gong dan gamelan.
Selain penyanyi, peran pengawal kadang-kadang juga tidak digunakan sehingga hanya menampilkan penari-penari perempuan saja.
Khususnya jika tarian ini dipentaskan di dalam panggung tertutup atau dalam gedung.
Sayangnya, peran penyanyi saat ini sudah mulai tidak digunakan. Saat ini suara pengiring tersebut kebanyakan telah digantikan dengan tepa recorder.
Sementara itu, bentuk asli musik pengiring tarian ini adalah gong dan gamelan.
Selain penyanyi, peran pengawal kadang-kadang juga tidak digunakan sehingga hanya menampilkan penari-penari perempuan saja.
Khususnya jika tarian ini dipentaskan di dalam panggung tertutup atau dalam gedung.
Penari
utama berada di posisi yang paling depan. Penari ini membawa tepak sebagai
kapur sirih yang ingin dipersembahkan pada tamu agung yang datang.
Penari ini diiringi oleh dua penari yang membawakan pridon yang terbuat dari bahan kuningan.
Penari ini diiringi oleh dua penari yang membawakan pridon yang terbuat dari bahan kuningan.
Konon,
persembahan sekapur sirih versi aslinya hanya boleh dilakukan oleh kalangan
tertentu seperti putri sultan, putri raja, atau putri bangsawan.
Sementara itu, pembawa pridon juga biasanya merupakan sahabat dekat atau inang pengasuh putri.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tari ini dulunya hanya boleh dilakukan di lingkungan kerajaan dan termasuk tarian yang sakral.
Sementara itu, pembawa pridon juga biasanya merupakan sahabat dekat atau inang pengasuh putri.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tari ini dulunya hanya boleh dilakukan di lingkungan kerajaan dan termasuk tarian yang sakral.
Buktinya,
sampai saat ini tarian tersebut juga hanya dipentaskan pada acara-acara
tertentu ketika Palembang kedatangan tamu kehormatan.
Terlepas dari itu, tari Gending Sriwijaya ini merupakan budaya khas Indonesia yang harus tetap dilestarikan agar budaya ini tidak termakan oleh kemajuan jaman dan modernisasi.
Terlepas dari itu, tari Gending Sriwijaya ini merupakan budaya khas Indonesia yang harus tetap dilestarikan agar budaya ini tidak termakan oleh kemajuan jaman dan modernisasi.
Tarian ini adalah suatu simbol
kejayaan, kekuatan, dan kedigdayaan bangsa Sumatera di kancah regional pada
zaman keemasannya.
Tarian yang biasa dimainkan oleh 9 orang penari dan diiringi oleh suatu lagu khas melayu ini, sekarang sudah mulai banyak ditinggalkan dan terlupakan.
Kita sebagai generasi penerus bangsa, harus ambil bagian dalam pelestarian peninggalan nenek moyang tersebut, agar anak cucu kita kelak dapat mengenalinya juga
Tarian yang biasa dimainkan oleh 9 orang penari dan diiringi oleh suatu lagu khas melayu ini, sekarang sudah mulai banyak ditinggalkan dan terlupakan.
Kita sebagai generasi penerus bangsa, harus ambil bagian dalam pelestarian peninggalan nenek moyang tersebut, agar anak cucu kita kelak dapat mengenalinya juga
Sumber
:
http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/09/mengenal-tari-gending-sriwijaya-asal.html
http://pusakapusaka.com/tari-gending-sriwijaya-tarian-tradisional-khas-sumatera-selatan.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Gending_Sriwijaya
No comments:
Post a Comment