Pembahasan kali ini membahas tentang kebudayaan Sumatera Selatan meliputi pakaian adat, rumah adat, dan tradisionalnya.
Semoga
pembahasan ini memberikan manfaat bagi pembaca
Terimakasih
sudah berkunjung ke blog ini
A.Pakaian Adat
Sulawesi Selatan
1. Pakaian Adat Pria
Sulawesi Selatan
Bella
dada bentuknya seperti jas namun tertutup, dengan saku dikedua sisinya
Bella
dada dilengkapi denganparoci, lipa garusuk, dan pasappu
Paroci adalah celana
Lipa garusuk adalah kain
sarung yang dililitkan di pinggang.
Passapu adalah
penutup kepala yang, bentuknya mirip
dengan peci.
Pakaian adat wanita sulawesi selatan disebut Baju Bodo
Baju Bodo memiliki bentuk segi empat, berlengan pendek (setengah atas dari siku
lengan)
Baju bodo yang dipakai memiliki arti yang menunjukkan usia dan martabat pemakainya :
a. Warna jingga memiliki arti pemakainya adalah anak perempuan yang umurnya
sekitar 10 tahun.
b. Warna jingga dan merah memiliki arti pemakainya adalah gadis yang berumur
sekitar 10 sampai 14 tahun
c. Warna merah memiliki arti pemakainya adalah perempuan yang berumur sekitar
17 sampai 25 tahun.
d. Warna putih memiliki arti pemakainya adalah para pembantu dan dukun.
e. Warna hijau memiliki arti pemakainya adalah perempuan yang memiliki darah
biru atau bangsawan.
f. Warna ungu memiliki arti pemakainya adalah janda
Untuk mempercantik penampilan, baju bodo dilengkapi dengan
bermacam aksesoris seperti gelang, cincin, bando emas, serta kepingan-kepingan
logam.
Jika dulu aksesoris tersebut Terbuat dari emas, saat ini
telah banyak yang membuatnya dari emas sepuhan atau logam.
B.Rumah Adat Sulawesi
Selatan
Rumah tongkonan adalah rumah suku toraja, tongkonan berarti balai musyawarah dalam bahasa suku toraja
Rumah tongkonan bentuknya harus selalu persegi panjang
Dan ini tidak boleh diubah
termasuk cara pemasangan kayunya.
Misalnya, pemasangan kayu silongko yaitu
perpotongan kayu yang saling mengait.
Pemasangan kayu siamma' yaitu pemasangan kayu di
dan ke dalam kayu di bawahnya
Dengan cara tidak boleh
menggunakan pasak dan paku.
Rumah adat tongkonan berstruktur panggung dengan tiang-tiang
penyangga berbentuk bulat berjajar menyangga bangunan.
Tiang-tiang penyangga tersebut tidak ditanam di dalam tanah
Melainkan ditumpangkan pada
batu penyangga berukuran besar yang dipahat berbentuk persegi.
Bagian
dinding dan lantai dibuat dari papan kayu yang disusun dan direkatkan dengan
tiang penyangga
Menggunakan
teknik pemasangan kayu silongko dan siamma tanpa menggunakan paku.
Atap
dibuat menggunakan bahan ijuk atau daun rumbia
Meskipun
kini penggunaan atap lebih sering menggunakan seng.
Atap
berbentuk seperti perahu terbalik lengkap dengan buritannya.
Ada
pula yang mengatakan bentuk atap rumah tongkonan ini seperti tanduk kerbau.
Ciri Khas Rumah Tongkonan
a. Bentuk
ukiran pada dinding rumah tongkonan memiliki 4 warna dasar yang
bermakna filosofis. Keempat warna dasar tersebut yaitu :
1)
warna merah melambangkan
kehidupan
2)
warna kuning melambangkan
keanugerahan
3)
warna putih melambangkan
kesucian
4) warna
hitam melambangkan kematian.
b. Pada
bagian depan tiang bangunan rumah terdapat susunan tanduk kerbau sebagai hiasan
rumah sekaligus melambangkan tingkat strata sosial si pemilik rumah
tersebut.
Dalam
budaya Toraja tanduk kerbau melambangkan kekayaan dan kemewahan.
c. Di
samping rumah adat Tongkonan terdapat sebuah bangunan yang berfungsi sebagai
lumbung padi "alang sura".
Lumbung
padi ini berbentuk bangunan panggung dengan tiang penyangga yang terbuat dari
batang pohon palem yang dibuat licin sehingga tikus tidak bisa memanjatnya.
Pada
dinding lumbung padi terdapat ukiran ayam dan matahari yang melambangkan
kemakmuran dan keadilan.
C.Tari Tradisional
Sulawesi Selatan
Namun zaman sekarang Tari Bosara ditampilkan
dalam rangka menyambut tamu kehormatan
Dalam
penyambutan tersebut disuguhkan kue-kue
tradisional
Kue-kue
yang disajikan merupakan kue-kue tradisional, baik kue basah atau kue kering.
Misalnya
cucur, bolu peca’, brongko, biji nangka, kue lapis, kue
sala’ dan lain-lain, yang biasanya terbuat dari tepung beras.
Wadah
untuk membawa kue-kue tersebut disebut dengan bosara
Tari
Gandrang Bulo salah satu simbol penting bagi masyarakat Makassar.
Tari
ini ditampilkan ketika ada pesta rakyat
Gandrang
Bulo berasal dari dua kata, yaitu “Gandrang” mempunyai arti tabuhan atau pukulan dan
“Bulo” yang memiliki
arti Bambu
Tarian
ini diselipkan berbagai humor yang membuat para penontonnya tertawa
Tari
Kipas Pakarena dibawakan
oleh para penari wanita dengan berbusana adat
Mereka
menari dengan gerakan memainkan kipas
Tari ini
sering ditampilkan di berbagai acara yang bersifat adat maupun hiburan.
Tari Kipas Pakarena biasanya ditampilkan oleh 5 sampai 7 orang penari wanita
Alat
musik yang mengiringi tari ini alat musik tradisional yang disebut dengan Gondrong Rinci
Para penari kipas pakarena menari dengan gerakan lemah
gemulai sambil memainkan kipas lipat di tangan mereka.
Gerakan dalam tarian ini biasanya didominasi oleh gerakan
tangan memainkan kipas lipat dan tangan satunya yang bergerak lemah lembut.
Selain itu gerakan badan yang mengikuti gerakan tangan dan
gerakan kaki yang melangkah.
Tari
Ma’badong diadakan pada upacara
kematian (Rambu Solo’) yang dilakukan secara berkelompok,
Para
peserta (Ma’badong)
membentuk lingkaran dan saling berpegangan dengan mengaitkan jari kelingking.
Pemimpin
Ma’badong akan melantunkan
syair (Kadong Badong) atau semacam riwayat hidup dari orang yang meninggal
mulai dari lahir sampai ia wafat
Dengan
memberikan kalimat-kalimat syair dan nada untuk dinyanyikan oleh semua kelompok
penari sambil berbalas-balasan.
Gerakan tari ini mengikuti syair dari Badong
yang dilantunkan
Dulu tari
Ma’gellu dipentaskan
dalam acara upacara adat khusus yang disebut Ma’Bua’
Upacara
pentasbihan rumah adat Toraja/Tongkonan
Atau
keluarga penghuni tersebut telah melaksanakan upacara Rambu Solo’ yang sangat
besar (Rapasaan Sapu Randanan).
Sekarang
tari Ma’gellu’ dipertunjukkan di upacara kegembiraan seperti
pesta perkawinan, syukuran panen
Dan
acara penerimaan tamu terhormat dari luar daerah.
Tari
Ma’randing dipentaskan
pada pemakaman besar (biasanya orang dengan kasta tinggi).
Kata
Ma’randing sendiri berasal dari kata randing yang berarti “mulia ketika
melewatkan”.
Tari
Ma’randing dibawakan oleh beberapa orang yang setiap orangnya membawa perisai
besar, pedang dan sejumlah ornamen.
Setiap
objek menyimbolkan beberapa makna.
Perisai
yang dibuat dari kulit kerbau (bulalang) menyimbolkan kekayaan, karena hanya
orang kaya yang memiliki kerbau sendiri.
Pedang
(doke, la’bo’ bulange, la’bo’ pinai, la’bo’ todolo) menunjukkan kesiapan untuk perang, yang
menyimbolkan keberanian.
Tari
ini menunjukkan kemampuan dalam memakai senjata tradisional
Dan
menunjukkan keteguhan hati serta kekuatan seseorang yang meninggal selama
hidupnya.
7. Tari Manimbong
Tari Manimbong hanya ditampilkan secara spesial pada upacara adat Rambu Tuka’ oleh penari-penari pria
Tari
ini diselenggarakan untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Para
penarinya memakai pakaian adat khusus yaitu Baju Pokko’ dan Seppa Tallu Buku
yang berselempang kain antik.
Mereka
juga dilengkapi dengan parang kuno (la’bo’ penai) dan sejenis temeng bundar
kecil yang bermotif ukiran Toraja.
Tarian
Pa’pangngan dibawakan oleh
gadis-gadis cantik memakai baju hitam atau gelap
Tari
ini berfungsi menyambut tamu-tamu terhormat
Masing-masing
penari memegang sirih (pangngan) sebagai penawaran secara simbolis.
Sirih
ditempatkan dalam kantong di depan mereka.
Kantong
tersebut dipakai oleh
wanita lanjut usia (lansia) membawa sirih
Dulu
tari pajoge merupakan hiburan bagi kaum
lelaki.
Para
penonton, biasanya dari kalangan ningrat, duduk dalam lingkaran. Para penari
menari melingkar.
Setiap
penari menari seorang diri sambil menyanyi dan mencari pasangannya di antara
penonton.
Lalu
dia akan memberi daun sirih kepada lelaki yang sudah dipilihnya. Lelaki
tersebut akan menari dengan sang gadis.
Fungsi
tari Pajoge ini sebagai tari
hiburan
Tarian
Pakkuru Sumange dipentaskan sebagai tarian adat untuk menyambut tamu
Tari
ini menggambarkan salam sejahtera bagi tamu yang
datang dan tuan rumah mohon doa restu, lambang persahabatan dan keakraban.
Tari
Pattennung menggambarkan
wanita-wanita tampak sedang menenun.
Pesan
yang disampaikan tari ini yaitu
sikap sabar dan tekun serta gigih para wanita
Sulawesi Selatan dalam menenun benang menjadi kain.
Penari
memakain pakaian adat khas Sulawesi Selatan yaitu berupa baju Bodo Panjang
Tari ini diiringi oleh alat musik tradisional suling dan
gendang.