Rumah adat Banjar Kalimantan Selatan ada beberapa jenis.
Jenis-jenis rumah Banjar, antara lain rumah bubungan tinggi, rumah gajah baliku, rumah cacak
burung, dan rumah lanting.
Namun demikian rumah adat yang menjadi ikon budaya Provinsi
Kalimantan Selatan adalah rumah adat Banjar yang dikenal dengan nama Rumah Bubungan Tinggi.
Penjelasan rumah adat di Kalimantan Selatan tersebut adalah
sebagai berikut.
A. Rumah Bubungan Tinggi
Rumah
adat Banjar yang bernama bubungan tinggi merupakan bentuk arsitektur
tradisional yang mendominasi bentuk-bentuk rumah penduduk Kalimantan Selatan.
Wujudnya berupa rumah panggung yang terbuat dari kayu ulin.
Wujudnya berupa rumah panggung yang terbuat dari kayu ulin.
Rumah
bubungan tinggi dahulu merupakan tempat kediaman raja.
Rumah
bubungan tinggi sudah digunakan sebagai rumah tinggal oleh orang Banjar sejak
ratusan tahun lalu.
Ciri
khas bangunan ini pada bentuk atapnya yang menjulang tinggi dengan kemiringan
45°.
Atap
model ini sering disebut atap pelana.
Atap
yang menutup bagian tengah rumah sampai ke depan disebut atap sindang langit.
Sedangkan
yang menutup bagian tengah ke arah belakang disebut atap hambin awan. Di puncak bubungan atap terdapat aneka
ragam motif hias.
1) Atap Sindang
Langit tanpa plafon
2) Tangga
Naik selalu ganjil
3) Pamedangan diberi
Lapangan kelilingnya dengan Kandang Rasi berukir
Konstruksi
pokok rumah bubungan tinggi :
1) Tubuh
bangunan yang memanjang lurus ke depan, merupakan bangunan induk.
2) Bangunan
yang menempel di kiri dan kanan disebut Anjung.
3) Bubungan
atap yang tinggi melancip disebut Bubungan Tinggi.
4) Bubungan
atap sengkuap yang memanjang ke depan disebut atap Sindang
Langit.
Ruangan-ruangan rumah bubungan tinggi :
Ruangan
depan yang merupakan ruangan rumah yang pertama setelah menaiki tangga masuk.
Ukuran
luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter.
Palatar
disebut juga Pamedangan.
2) Pacira
Ruang
antara (transisi) yang terbagi dua bagian yaitu pacira dalam dan pacira luar.
Pacira
Dalam berfungsi untuk menyimpan alat pertanian, menangkap ikan dan pertukangan.
Kedua pacira ini hanya dibedakan oleh posisinya saja.
Pacira
Luar tepat berada di muka pintu depan (Lawang Hadapan).
Ruang
tamu muka merupakan ruangan yang agak kecil setelah masuk melalui Lawang
Hadapan yaitu pintu depan.
Permukaan
lantainya lebih tinggi daripada lantai palatar.
Ambang
lantai disini disebut Watun Sambutan.
Luas
ruangan ini adalah 7 x 3 meter.
Ruang
tamu tengah merupakan ruangan yang lebih luas dari panampik kacil.
Lantainya
juga lebih tinggi dari ruang sebelumnya.
Ambang
lantai ini disebut Watun Jajakan.
5) Panampik
Basar atau Ambin Sayup
Permukaan
lantainya lebih tinggi pula dari lantai sebelumnya.
Ambang
Lantainya disebut Watun Jajakan, sama dengan
ambang lantai pada Panampik Tangah.
Luas
ruangan 7 x 5 meter.
6) Palidangan atau Ambin Dalam
Lantai
palidangan sama tinggi dengan lantai panampik basar (tapi ada juga beberapa
rumah yang membuat lantai panampik basar lebih rendah dari lantai palidangan).
Karena
dasar kedua pintu yang ada di tawing halat tidak sampai ke dasar lantai maka
watun di sini disebut Watun Langkahan.
Luas
ruang ini 7 x 7 meter.
Di
dalam ruangan Palidangan ini terdapat tiang-tiang besar yang menyangga bubungan
tinggi (jumlahnya 8 batang).
Tiang-tiang
ini disebut Tihang
Pitugur atau Tihang Guru.
7) Panampik
Dalam atau Panampik Bawah
Ruangan
dalam yang cukup luas dengan
permukaan lantai lebih rendah daripada
lantai palidangan dan sama tingginya dengan permukaan lantai panampik tangah.
Ambang
lantai ini disebut pula dengan Watun Jajakan.
Luas
ruang 7 x 5 meter.
Ruangan
terakhir bagian belakang bangunan.
Permukaan
lantainya lebih rendah pula dari panampik bawah.
Ambang
lantainya disebut Watun Juntaian.
Kadang-kadang Watun Juntaian itu
cukup tinggi sehingga sering di tempat itu diberi tangga untuk keperluan turun
naik.
Ruangan
padapuran ini dibagi atas bagian atangan (tempat
memasak) dan salaian (tempat mengeringkan
kayu api), pajijiban dan pagaduran (tempat
mencuci piring atau pakaian).
Luas
ruangan ini adalah 7 x 3 meter.
B. Rumah Adat Gajah Baliku
Rumah
gajah baliku mirip dengan rumah bubungan tinggi.
Lantai
ruangan di sisi luar tawing halat (dinding tengah)
gajah baliku tidak berjenjang.
Ruangan tersebut tidak memakai atap sengkuap (atap sindang langit), tetapi memakai kuda-kuda dengan atap perisai (atap gajah).
Ruangan tersebut tidak memakai atap sengkuap (atap sindang langit), tetapi memakai kuda-kuda dengan atap perisai (atap gajah).
Lantai
ruangan yang datar menghasilkan bentuk bangun ruang yang dinamakan ambin sayup.
Sementara
itu, di kedua anjungnya memakai atap pisang sasikat (atap
sengkuap). Rumah gajah baliku yang masih berdiri terdapat di Teluk Selong Ulu,
Martapura, Kabupaten Banjar.
Selain
itu, ada pula rumah gajah baliku penghulu di Desa Penghulu, Marabahan, Barito
Kuala.
1) Atap jurai, hidung bapicik bentuk
muka (maksudnya atap perisai)
2) Ambin terbuka kiri/kanan anjung
3) Atap bubungan tinggi
4) Atap sindang langit tidak ada
kecuali pada kedua anjung
5) Panampik Kacil tidak ada, yang
ada hanya Panampik Basar
Ruangan-ruangan rumah gajah baliku
1) Surambi
Sambutan merupakan ruang terbuka/teras rumah.
2) Palatar atau Pamedangan merupakan
ruang setengah terbuka/serambi atas.
3) Paluaran yang
dinamakan Ambin Sayup merupakan
Ruang Tamu.
4) Palidangan yang
dinamakan Ambin Dalam diapit
oleh Anjung. Pada
sebelah kanan terdapat Anjung Kanan dan Anjung Jurai Kanan,
sedangkan pada sebelah kiri terdapat Anjung Kiwa dan Anjung Jurai Kiwa.
5)
Padapuran/Padu merupakan
ruang dapur
C. Rumah Cacak Burung
Rumah
tradisional suku Banjar yang lain ialah rumah cacak burung (rumah anjung swung).
Rumah
induknya memanjang dari muka ke belakang memakai atap pelana (bahasa Banjar:
atap balai laki).
Kemudian, ditambahkan suatu atap limas dalam posisi melintang yang menutupi ruang palidangan beserta kedua buah anjungnya.
Kemudian, ditambahkan suatu atap limas dalam posisi melintang yang menutupi ruang palidangan beserta kedua buah anjungnya.
Posisi
nok atap (pamuung/wuwungan) bubungan atap yang melintang ini lebih
tinggi daripada posisi atap pelana pada atap muka (Paluaran).
Karena
denah bangunannya berbentuk + (tanda positif), rumah ini dinamakan rumah cacak
burung.
Cacak
burung adalah tanda magis penolak bala yang berbentuk + (tanda positif).
1) Pada
mulanya tubuh bangunan induk rumah adat Rumah Cacak Burung ini memiliki konstruksi
berbentuk segi empat yang memanjang ke depan yang ditutupi dengan
menggunakan atap pelana.
Atap
pelana ini menutupi mulai ruang Surambi Pamedangan hingga ruang-ruang yang ada
di belakangnya.
2) Dalam
perkembangannya kemudian bentuk segi empat panjang tersebut mendapat tambahan
ruangan pada salah satu sisi bangunan pada samping kiri atau kanan bangunan
atau kedua-duanya baik sisi kiri maupun kanan secara simetris dan posisinya
agak ke belakang.
Kedua
ruangan ini berukuran sama panjang.
Penambahan
ini dalam bahasa Banjar disebut disumbi.
Ruang
tambahan ini disebut anjung.
Kedua
anjung ini ditutup dengan atap perisai membentuk atap limas dalam posisi
melintang sehingga kedua ruang anjung tersebut menjadi bentuk Ambin Sayup.
3) Bentuk
bangunan ukurannya umumnya sama dengan rumah Balai Bini.
4) Pada Surambi Sambutan (teras)
terdapat 4 buah pilar yang menyangga emper depan (bahasa
Banjar : karbil) yang memakai atap sengkuap yang
disebut atap Sindang Langit.
5) Pada
dinding sisi depan (Tawing Hadapan) terdapat 1 pintu masuk (lawang
hadapan), di sebelah pintu masuk tersebut terdapat jendela sebelah kanan dan
kiri.
6) Pada
dinding tengah (Tawing Halat)
terdapat 2 pintu.
7) Serambi
yang dinamakan pamedangan menggunakan
pagar susur yang disebut Kandang Rasi.
8) Sayap
bangunan (anjung)
memakai atap perisai (bahasa
Banjar : atap gajah).
9) Pada
ambang atas Pamedangan memakai
bentuk gerbang melengkung (Kandang Rasi Atas).
10) Pada
dinding sisi depan yang dinamakan Tawing Hadapan kadang-kadang terdapat
lebih dari 1 pintu masuk (lawang hadapan) tetapi jendela depan biasanya
dihilangkan.
11) Kadang-kadang
4 (empat) buah tiang penyangga emper depan (bahasa Banjar: karbil) yang
terdapat pada Surambi Sambutan diganti model konsol.
Ruangan-ruangan rumah cacak burung :
1) Teras
yang dinamakan Surambi Sambutan dengan 4 buah pilar
2) Ruang
setengah terbuka (serambi atas) yang dinamakan Pamedangan
3) Ruang
Tamu disebut Paluaran
4) Ruang
Tengah yang dinamakan Ambin Dalam/Palidangan diapit oleh Anjung Kanan dan Anjung Kiwa
D. Rumah Lanting
Provinsi
Kalimantan Selatan banyak dialiri sungai.
Kehidupan
masyarakat suku Banjar berhubungan dengan sungai, rawa, dan danau.
Orang Banjar yang tinggal di pinggiran sungai mendirikan rumah lanting sebagai tempat tinggal.
Orang Banjar yang tinggal di pinggiran sungai mendirikan rumah lanting sebagai tempat tinggal.
Rumah
lanting adalah rumah rakit tradisional suku bangsa Banjar.
Fondasi
rumah lanting berupa rakit mengapung yang dibuat dari susunan batang pohon yang
besar.
Gelagar
ulin dipasang di atasnya sebagai dasar bangunan rumah.
Bubungan
rumah memakai atap pelana.
Rumah
lanting selalu terombang-ambing akibat gelombang air dari kapal yang hilir
mudik di sungai.
Pada
era 1970-an, hampir semua rumah warga di pinggir sungai berbentuk lanting.
Namun
seiring dengan perkembangan zaman, rumah lanting mulai ditinggalkan.
Beberapa
yang masih bertahan tinggal di sungai lebih memilih rumah
panggung yang lebih permanen dan stabil.
Sehingga
tidak terombang-ambing oleh kondisi permukaan air.
Rumah
permanen yang ada saat ini menggunakan tiang panjang yang menancap di tepian
sungai.
Hal
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor :
1) Faktor
pertama, masalah biaya.
Untuk
membangun sebuah rumah lanting, diperlukan dana besar.
Selain
itu, rumah lanting juga ternyata rentan dicuri.
Apabila
pemilik rumah lengah, kayu-kayu tersebut bisa digergaji dan diambil.
Sebab,
kayu itu sendiri bisa laku mahal.
2) Faktor
kedua, perawatannya yang tidak mudah.
Rumah
lanting memang memiliki sifat tahan banjir.
Tetapi
ketika air sungai surut, rumah tersebut akan terdampar dalam posisi miring dan
gampang rusak.
3) Faktor
ketiga, masyarakat sudah memiliki kemudahan di darat.
Perdagangan dan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan harian tidak perlu lagi diselesaikan di sungai.
1) Bubungan
rumah lanting umumnya memakai atap pelana.
Model
atap pelana tersebut untuk bangunan di daratan dalam bahasa Indonesia disebut
atap kampong.
Sehingga tipe rumah beratap
pelana yang dibangun di daratan tersebut dinamakan Rumah Kampung.
2) Bagian
dalam rumah Lanting, terdiri dari ruang tamu dan ruang tidur.
Kamar
mandi atau toilet biasanya
letaknya terpisah dari bangunan utama.
3) Sebagaimana
rumah lainnya, rumah lanting juga memiliki pintu (lawang), biasanya menghadap ke sungai dan daratan.
Ada
juga jendela kecil
(lalungkang) di sisi kiri dan kanan.
Untuk
memudahkan penghuninya atau tamu-tamunya, dibuat juga jembatan (titian)
sempit dari kayu yang menghubungkan rumah dengan daratan atau rumah lain.
4) Agar
dapat mengapung, rumah lanting memiliki landasan pelampung berupa tiga
balok kayu. Supaya tidak hanyut
terbawa air, rumah lanting
biasanya diikat pada tiang kayu yang menancap di dasar sungai.
No comments:
Post a Comment