Pakaian
adat Gorontalo umumnya terdiri atas tiga warna yaitu warna ungu, warna kuning
keemasan, dan warna hijau.
Sedangkan
dalam upacara pernikahan adat Gorontalo, masyarakat hanya menggunakan empat
warna utama, yaitu merah, hijau, kuning emas, dan ungu.
Masing-masing
warna tersebut dipercaya memiliki arti tertentu yang berkaitan dengan
nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat Gorontalo.
Penggunaan
warna merah dalam pakaian adat gorontalo memiliki makna keberanian dan tanggung
jawab, warna hijau sebagai lambang kesuburan, kesejahteraan, kedamaian, dan
kerukunan, warna kuning emas untuk melambangkan kemuliaan, kesetiaan,
kebesaran, dan kejujuran.
Sementara
warna ungu digunakan sebagai simbol keanggunanan dan kewibawaan.
Masyarakat
Gorontalo umumnya menghindari pengunaan pakaian dengan warna coklat yang
menyerupai unsur tanah, dan lebih memilih warna hitam yang dianggap sebagai
simbol keteguhan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa jika ingin
menggunakan pakaian yang berwarna gelap. Sementara untuk keperluan ibadah dan
melayat, dipilihlah pakaian berwarna putih yang bermakna kesucian atau
kedukaan.
Warna
biru muda sering kali dikenakan pada saat peringatan 40 hari duka, sedangkan
warna bitu tua biasanya digunakan pada peringatan 100 hari duka untuk
menghormati orang yang telah meningal.
Pemahaman
itulah yang kemudian dijadikan sebagai dasar dalam pemilihan warna merah,
hijau, kuning emas, dan ungu pada perhiasan upacara pernikahan masyarakat
Gorontalo.
Pakaian
daerah yang dikenakan oleh pengantin wanita dalam adat Gorontalo disebut dengan
nama Biliu yang terdiri atas blus dan rok panjang yang memperlihatkan ayuwa
(sukap) dan popoli (tingkah laku), termasuk sifat dan pembawaan didalam
lingkungan keluarga.
Sedangkan
pakaian adat yang dikenakan oleh mempelai pria diberi nama Makuta.
A. Pakaian Adat
Gorontalo
Dalam
melaksanakan rangkaian upacara adat perkawinan, baik pengantin pria maupun
pengantin wanita masyarakat Gorontalo memakai beberapa jenis pakaian yang
disesuaikan dengan tahapan upacara.
1. Tahapan pertama adalah upacara mengantar harta (modutu),
yaitu penyerahan sejumlah harta berupa uang atau barang kepada pihak mempelai
wanita.
Pada upacara ini, biasanya
mempelai pria hanya tinggal di rumah dengan memakai pakaian bebas, sedangkan
mempelai wanita memakai pakaian pengantin yang disebut walimomo.
Pakaian walimomo terdiri atas
baju blus berlengan pendek, seperti bolero dan kain sarung.
Pada bagian depan baju diberi
selembar kain yang dirempel, sedangkan bagian lainnya diberi hiasan warna
kuning keemasan.
Baju walimomo dibuat dari jenis
kain beludru, brokat, atau jenis bahan lainnya yang sesuai.
Pada umumnya warna baju yang
dikenakan adalah warna-warna terang dan mencolok, seperti warna kuning, merah,
hijau, dan ungu.
Perhiasan dan aksesoris yang
terdapat pada pakaian ini adalah tusuk konde (sunthi).
Sunthi ini dibuat dari logam yang
disepuh keemasan.
Sunthi yang dikenakan sejumlah
dua belas buah.
Bentuk sunthi biasanya menyerupai
kepala burung sehingga disebut sunthi burungi.
Bagi wanita Gorontalo pakaian ini
melambangkan peralihan dari masa remaja ke masa ibu rumah tangga.
2. Tahap kedua dalam masa perkawinan adat Gorontalo adalah akad nikah (akaji).
Pada tahap ini pengantin wanita
mengenakan baju madipungu, baju gelenggo, atau boqo
tunggohu.
Perbedaan ketiga jenis baju ini
terletak pada panjang dan pendeknya lengan baju.
Bentuk pakaian madipungu adalah
baju blus lengan panjang seperti baju kurung dengan model pada bagian leher
membentuk huruf "V".
Bahan yang digunakan biasanya
kain satin, beludru, brokat atau bahan kain lainnya.
Pakaian bagian bawah berupa
sarung atau rok panjang yang dipakai di luar baju.
Kelengkapan pakaian madipungu
terdiri atas baju, kain sarung, dan berbagai aksesoris.
Sementara itu, pada acara akad
nikah pengantin pria mengenakan pakaian berupa baju boqo takowa
atau takowa, celana panjang (talala), dan aksesoris.
Bentuk bajunya sama dengan kemeja
lengan panjang, hanya saja kerahnya berdiri tegak.
Di bagian depan baju diberi
kancing dan tiga buah saku.
Satu saku disebelah kiri atas dan
saku lainnya di bagian bawah kiri dan kanan.
Bagian dada baju dan saku diberi
hiasan corak kain krawang dengan memakai benang emas. Celana panjangnya juga
diberi hiasan corak keemasan (tambio).
Pada sisi kiri dan kanan celana
ditempeli pita warna kuning keemasan yang disebut pihi.
Warna celana yang dikenakan
biasanya sama dengan baju atas.
Demikian juga dengan pakaian yang
dikenakan oleh pengantin wanita.
Warna yang dipilih salah satu dari
warna merah, kuning, hijau, ungu, dan merah hati.
Warna itu menunjukkan bahwa pada
masa dahulu pernah ada lima kerajaan di Gorontalo.
Jenis aksesoris yang dikenakan
pada baju takowa adalah payunga.
Payunga adalah tutup kepala yang
dihiasi kain warna-warni.
Aksesoris lainnya adalah ikat
pinggang (etango) yang terbuat dari emas sepuhan serta keris
pusaka (patatimbo) yang diselipkan dibagian depan pinggang.
3. Rangkaian terakhir dari upacara perkawinan adat Gorontalo adalah bersanding
di pelaminan (mopo pipide).
Pengantin wanita mengenakan
pakaian kebesaran yang dipakai oleh istri raja di zaman dahulu. Pakaian
kebesaran ini disebut biliu.
Pakaian ini terdiri atas baju
lengan panjang, kain panjang atau rok panjang, aksesoris dan perhiasan.
Pengantin pria mengenakan baju paluwawa,
yaitu semacam baju takowa yang terdiri atas baju dan celana panjang.
Aksesoris dan perhiasan yang
dikenakan lebih lengkap.
B. Perlengkapan
Pakaian Adat Gorontalo
1. Pelengkap Pakaian
Wanita
Pelengkap pakaian pengantin wanita gorontalo secara garis besar terdiri :
a. Baya Lo Boute : ikat kepala yang digunakan oleh
wanita sebagai simbol bahwa wanita telah didiikat dengan suatu tanggung jawab
sebagai seorang istri.
b. Tuhi-Tuhi : artinya gafah berjumlah sebanyak
7 buah. Tuhi-tuhi diibaratkan sebagai 2 kerajaan yang bersaudara yaitu
Hulontalo dan limutu (Gorontalo dan Limboto ) serta 5 kesatuan kerajaan yaitu
Tuwawa, Limutu, Hulontalo, Bulonga dan Atingola.
c. Lai-Lai : bulu unggas berwarna merah putih
yang diletakkan tepat diatas ubun-ubun sebagai perlambang keberanian, kesucian
dan budi pekerti yang luhur.
d. Buohu Wulu Wawu Dehu : aksesoris berupa kalung bersusun
yang menggambarkan ikatan kekeluargaan.
e. Kecubu (Lotidu) : hiasan yang diletakkan pada
bagian dada sebagai ambaran sifat taqwa serta iman yang kuat seorang wanita
dalam menghadapi segala cobaan.
f. Etango : ikat pinggang yang digunakan
sebaai isyarat agar seseorang memaknai arti hidup sederhana, makan barang yang
halal dan menghindari yang haram.
g. Pateda : sepasang gelang lebar yang
melilit rapat pada kedua pergelangan tangan dapat diartikan sebagai pengekang
tindakan-tindakan yang tidak terpuji agar tidak melanggar hukum yang berlaku
dalam adat setempat.
h. Luobu : hiasan kuku yang hanya dikenakan
pada jari manis dan jari kelingking dari kedua belah tangan kiri dan kanan.
i. Hiasan yang dipakai pada jari manis pertanda budi yang luhur sedangkan pada
jari kelingking mengingatkan manusia agar melaksanakan pekerjaan dengan penuh
ketelitian.
2. Pelengkap Pakaian
Pria
Pelengkap pakaian pengantin pria gorontalo secara garis besar terdiri atas
:
a. Tudung Makuta : atau dikenal dengan nama lain
laapia-bantali-sibii merupakan hiasan pada bagian kepala berbentuk bulu unggas
yang letaknya menjulang keatas dan terkulai kebelakang sebagai simbol bahwa
seorang pria yang berkedudukan tinggi harus berperangai halus dan lembut
seperti bulu unggas.
b. Bako : Hiasan ini diletakkan pada pada
bagian garis leher dengan 2 tali terurai, yang mengandung pengertiannya sama
halnya dengan kalung bersusun yang dikenakan oleh pengantin wanita.
c. Pasimeni : Hiasan pada baju ini digunakan
untuk menggambarkan kekeluargaan yang luas dan penuh dengan kedamaian.
No comments:
Post a Comment